BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki kemampuan berpikir. Berpikir
adalah ciri khas manusia. Kemampuan ini yang membedakan manusia dengan
makhluk-makhluk lainnya. Selain ciri utama sebagia makhluk berpikir (kognisi),
manusia juga masih mempunyai potensi lainnya yakni perasaan (afeksi), kehendak
(konasi), dan tindakan (aksi), atau sering disebut dengan daya cipta, rasa dan
karsa.[1]
Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan dimulai
dari aktivitas berpikir, maka inti dari filsafat adalah berpikir.Berpikir yang
dapat disebut berfilsafat adalah berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu
yaitu berpikir yang radikal, sistematis, dan universal. Tujuannya adalah
memperoleh pengetahuan yaitu pengetahuan yang menyangkut kebenaran, sehingga
dengan berfilsafat manusia dapat sampai kepada kebenaran.[2]
Dalam makalah ini akan diuraikan tentang
filsafat proses menurut Alfred North Whitehead dengan rincian : biografi atau
riwayat hidup Whitehead, hasil karya, serta tokoh-tokoh filsuf yang
melatarbelakangi dan memberikan pengaruh terhadap pemikirannya, juga pemikiran
Alfred North Whitehead tentang konsep filsafat proses.
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT PROSES ALFRED NORT WHITEHEAD
1.
Riwayat Hidup
Alfred North Whitehead dilahirkan pada tanggal 15
Februari 1861 di Ramsgate, Kent, Inggris. Ia dilahirkan, dibesarkan dalam lingkungan keluarga guru dan pendeta. Ayahnya adalah seorang
guru dan juga pendeta Gereja Anglikan. Whitehead hidup pada masa yang penuh
gejolak dengan gagasan-gagasan revolusioner yang menciptakan
paradigma-paradigma baru dan mengubah sejarah. Pada usia 14 tahun, Whitehead sekolah di
Sherborne, Dorsethire, bagian selatan Inggris. Pendidikannya dijalani secara
wajar dalam standar yang ada. Ia mendapatkan pendidikan bahasa Latin dan Yunani.
Selain itu, ia juga senang membaca Kitab Suci Perjanjian Lama, Septuaginta.[3]
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan ia
dikenal sebagai matematikus dan ahli logika. Bersama seorang muridnya, Betrand
Russel (1872-1970 M), ia mempublikasikan karya monumentalnya Principia
Mathematica (Prinsip Matematika, 1910-1913 M) yang salah satu bagiannya
adalah tentang logika matematika.[4]
Pada awalnya Whitehead mempelajari matematika,
sejak tahun 1884 menjadi anggota Trinity Collage, akan tetapi minatnya meluas
pada fisika, filsafat dan teologi yang digeluti secara intens dalam pengaruh
pemikiran John Henry Newman (1801-1890 M). Pada tahun 1914 M menjadi pengajar
fisika terapan di South Kensington Inggris, tahun 1924 M pindah ke Cambrige
Massachussets AS dan mengajarkan filsafat di Hardvard. Tahun 1929 M terbit
karya utamanya, yang bahasa maupun isinya sangat sulit dipahami “Process and
Reality. An Essay in Cosmology” (Proses dan Realitas. Sebuah Esai
Kosmologi) yang menjadi dasar kokoh bagi filsafat proses Whitehead yang
terkenal. Dalam usia ke 63 ia masih sebagai profesor filsafat di Harvard, ia
merancang suatu sistem metafisika yang menyeluruh. Pada 30 Desember 1947 M ia
meninggal dalam usia 86 tahun di Cambrige, Massachussets, Amerika Serikat.[5]
2.
Hasil Karya
Karya-karya Alfred North Whitehead dapat
digolongkan menjadi tiga periode yang menandai tiga tahap perkembangan dalam
karier intelektualnya, sebagai berikut :[6]
a)
Periode pertama (antara tahun 1891-1913).
Pusat perhatiannya pada dunia matematika dan logika. Buku pertama yang ia
terbitkan adalah Universal Algebra (1898). Tahun 1905 ia
menerbitkan sebuah artikel yang cukup mempengaruhi perkembangan filsafatnya
dikemudian hari, yakni “On Mathematical Concepts of the Maoms of Projective
Geometry (1906). Dan The Axiom of Descriptive Geometry (1907).
Tahun 1910 terbitlah buku yang cukup terkenal dan dia kerjakan bersama Bertrand
Russell (muridnya), yakni Principia mathematica. Periode pertama
dalam perkembangan pemikiran Whitehead dimulai di Cambridge, Inggris, dan
berhenti di London.
b)
Periode kedua (tahun 1914-1923). Oleh
Victor Lowe disebut sebagai “London Pre-Speculative Epistemology”. Pada
periode ini Whitehead memusatkan perhatiannya pada pengembangan suatu filsafat
ilmu alam. Tahun 1914 ia menulis sebuah artikel yang secara embrional sudah
menampakkan beberapa ciri filsafatnya di kemudian hari. Artikel tersebut antara
lain: “La Theorie Relationiste de l’ Espace”, “The Organisation of Thought”.
Serta buku-buku yang berkaitan dengan ilmu alam yang mengandung unsur filosofis
seperti: An Enquiry Concerning The Principles of Natural Knowledge (1919),
The Concept of Nature (1920), dan The Principle of Relativity
(1922). Periode kedua seluruhnya berlangsung di London.
c)
Periode ketiga adalah periode Harvard. Whitehead
sungguh-sungguh mulai mengembangkan pemikiran filosofisnya. Periode ini oleh
Victor Lowe disebut sebagai periode metafisika, karena dalam buku-bukunya
Whitehead pada dasarnya mencoba untuk menyajikan suatu metafisika kosmologis
dan pengetengahan peran gagasan-gagasan metafisis dalam perkembangan peradaban
manusia. Sejak dia pindah ke Amerika, Whitehead mulai memberikan kuliah dan
ceramah-ceramah dalam bidang filsafat. Pada tahun 1925 terbitlah bukunya yang mengawali
pemikiran metafisisnya yaitu, Science and the Modern World. Tahun
berikutnya (1926) terbit bukunya tentang kehidupan beragama yang berjudul Religion
in the Making. Tahun 1927 ia menerbitkan buku yang memuat alur-alur pokok
gagasan epistemologisnya yakni Symbolism, Its Meaning and Effect.
Karya terbesar dan merupakan suatu penyajian
sistematis dari filsafatnya yang dia sebut sebagai filsafat organisme
adalah Process and Reality. Buku ini terbit tahun 1929 memang terkenal
untuk dibaca dan dipahami isinya. Bukan hanya karena di dalamnya dikemukakan
gagasan-gagasan baru yang menuntut perubahan cara berpikir kita yang biasa,
tetapi juga karena begitu banyak istilah baru yang ia ciptakan dan gunakan.
Whitehead amat sadar akan keterbatasan bahasa dalam mengungkapkan isi pikiran.
3.
Tokoh Filsuf yang Mempengaruhi
Pemikiran Alfred North Whitehead
a.
Whitehead dan Plato.
Menurut Whitehead tradisi filsafat di
Eropa merupakan suatu seri catatan kaki pada Plato, baginya karya-karya Plato
benar-benar penuh dengan ide-ide universal yang begitu kaya dan padat, sehingga
mampu memberikan inspirasi pada filsuf-filsuf sesudahnya. Tujuh istilah dalam
dialog-dialog akhir Plato, dinyatakan oleh Whitehead sebagai istilah-istilah
penting dalam filsafat. Istilah tersebut adalah “ide, unsur-unsur fisik, jiwa,
eros, harmoni, relasi-relasi matematis, dan wadah (receptacle).” Hal-hal
itu penting sebab semua filsafat sebenarnya merupakan upaya untuk memperoleh
suatu sistem yang koheren berdasar pada modifikasi-modisfikasi tertentu dari
istilah-istilah tersebut.[7]
Hubungan Whitehead dengan Plato, yaitu
pada analisis mengenai dialog Plato yang berjudul Timaeus yang mempunyai
kedudukan sentral di dalam sistem filsafat Whitehead, khususnya dalam uraiannya
mengenai kodrat tatanan. Whitehead mengidentifikasi beberapa unsur yang sangat
penting bagi filsafat organisme. De facto, ia melengkapi unsur-unsur
tersebut dengan unsur-unsur yang ditemukannya dalam dialog-dialog Plato yang
lain, yang kemudian dirajutnya menjadi suatu jalinan ide yang lengkap. Ia juga
menggunakan ide-ide tersebut terutama untuk mendukung doktrinnya yang sangat
penting mengenai “entitas aktual” (actual entity), meskipun Plato
menggunakannya untuk menerangkan kosmologinya. Unsur yang paling menonjol yang
ditemukan Whitehead dalam Timaeus adalah keyakinan bahwa tata dunia
dapat dirunut kembali ke asal yang tak teratur. Kemunculan tata dunia
melibatkan banyak pengertian yang berbeda-beda. Whitehead mencatat bahwa tata
dunia di dalam kosmologi Plato dapat diinterpretasikan dalam dua cara. Di satu
pihak, tatanan itu ditetapkan oleh Allah sang pencipta, di pihak lain tatanan
itu merupakan produk dari daya imanen, aksi dan reaksi dari unsur-unsur
internal pembentuk dunia sendiri.[8]
Whitehead menyusun kosmologi
Plato sebagai berikut, terdapat ide abadi, dimana benda-benda duniawi merupakan
fotokopi atau contoh-contohnya. Fotokopi tersebut merupakan kerja dari seorang
Tukang Mulia (Demiurgos) yang padanya tergantung keteraturan dunia.
Dengan pandangannya yang terpaku pada ide-ide, Sang Tukang Mulia itu menikmati
penampilan ide-ide. Penampilan tersebut merupakan pengalaman pribadi suatu
aktifitas dari perasaan subjektif. Pengalaman internal itu menimbulkan rasa
keindahan pada perasaan Sang Tukang Mulia. Pengaruh pengalaman itu begitu
mendalam sehingga ero, yaitu dorongan terhadap kesempurnaan ideal, menampakkan
dayanya dalam mempengaruhi Sang Tukang Mulia itu untuk mewujudkan ide-ide itu
di dalam contoh-contoh yang konkret dan menentukan tatanan bagi dunia. Istilah
Plato yang lain, menurut Whitehead penting adalah wadah (receptacle), ia
mengartikan wadah sebagai satu kenyataan yang mencakup segalanya yang merupakan
sejarah satu semesta yang bergerak maju. Komunitas dunia ini yang merupakan
matra bagi semua yang muncul dan hakikatnya adalah proses dengan muatan
keterhubungan, komunitas ini adalah yang disebut Plato “wadah”.[9]
b.
Whitehead dan Aristoteles
Menurut Ivor Leclerc dalam bukunya Whitehead`s Metaphysic,[10] mencatat beberapa kesesuaian penting dari
kedua pemikir tersebut, pertama adalah formulasi mengenai masalah atau obyek
yang digulati metafisika. Rumusan Aristoteles tentang obyek metafisika sangat
sesuai dengan rumusan Whitehead. Whitehead menyebut suatu sikap metafisik bila
merupakan sikap pertimbangan netral mengenai kodrat benda-benda. Menurut
prinsip ontologis semua pnejalsan mengenai kodrat benda-benda harus dicari
dalam entitas aktual. Entitas ini dipergunakan untuk menunjuk kepada segala
sesuatu yang ada, sedangkan kata aktual mempunyai arti yang sama dengan
pengertian Aristoteles mengenai individual partikular. Entitas aktual (actual
entity) juga disebut actual occasional adalah hal-hal riik yang
tersederhana yang membentuk dunia. Tidak mungkin mencari lebih jauh di balik
entitas aktual untuk menemukan sesuatu yang lebih riil.
Kedua kesesuaian antara Whitehead adan Aritoteles
terletak dalam deskripsi mereka mengenai tujuan penyelidikan metafisika.
Aristoteles menyatakan “ada ilmu yang menyelidiki pengada sebagi pengada dan
sebutan-sebutan yang termasuk di dalamnya berkat kodratnya..., karena kita
mencari prinsip-prinsip pertama dan sebab-sebab tertinggi, jelaslah bahwa harus
ada sesuatu yang padanya melekat prinsip-prinsip dan sebab-sebab tersebut
berkat kodratnya sendiri. Kalau mereka mencari prinsip-prinsip yang sama ini,
perlulah bahwa unsur-unsur tersebut merupakan unsur-unsur pengada justru karena
itu adalah pengada bukan karena kebetulan. Maka mengenai pengada sebagai
pengadalah bahwa kita juga menangkap sebab-sebab pertama” yang dimaksud dengan
sebab-sebab tertinggi adalah sebab formal dan sebab material, sebab efisien dan
sebab final. Maka metafisika mencari faktor-faktor dan sifat-sifat pertama yang
terdapat di dalam segala sesuatu yang dapat dikatakan ada.[11]
c.
Whitehead dan Rene Descartes
Whitehead mengakui bahwa filsafat organismenya merupakan
kelanjutan dari subyektivisme Cartesian. Beberapa unsur pokok dalam
pemikirannya berasal daripadanya. Yang pertama adalah keyakinan Whitehead bahwa
dunia terdiri dari multiplisitas benda-benda yang riil dan benar, sebagaimana
dijelaskan Rene Descartes dengan res verae-nya.pengertian res verae
oleh Descartes dimengerti dengan istilah
substansi, oeleh Whitehead disebut entitas aktual. Entitas aktual adalah
hal-hal riil tersederhana yang membentuk dunia. Yeng kedua adalah subyektivisme
Descartes, yang menekankan bahwa intuisi budi merupakan sumber ide-ide mengenai
kualitas-kualitas pertama benda-benda jasmani. Tetepai yang dilakukan Whitehead
adalah memebalik subyektivisme Descartes, sehingga ditekankan bahwa budi merupakan
produk dari “konkresi” obyek-obyek.[12] Pinsip baru ini disebut prinsip
subyektivis yang diperbaharui, kemudian Whitehead memperluas jangkauan
subyektivisme Descartes sehingga dia mengatakan dunia aktual ini adalah
duniaku, bukan sekedar tengan dan badan ini adalah milikku.
Bertolak dari keyakinan bahwa Allah bukanlah penipu,
Descartes mempertahankan kebenaran, sekurang-kurangnya sebagiannya, yang
diajarkan oleh alam. Menurut Descartes adalah jelas dan terpilah (clear and
distinct) bahwa alam mengajar kita bahwa tatanan dan disposisi benda-benda
tercipta dan kompleks dari semua hal diciptakan oleh Allah. Pengertian mengenai
kompleks dari semua hal tersebut identik dengan ajaran organik Whitehead
mengenai kepenuhan ekstensif dari entitas-entitas aktual (the
extensive plenum of actual entities).[13]
d.
Whitehead dan John Locke
Whitehead menyatakan bahawa buku Locke “Essay
Concerning Human Understanding” dapat dijadikan sarana untuk memahami
pengandaian-pengandaian yang mendasari filsafat organisme. (a) Pertama ia
melihat bahwa bagi Locke ide-ide mengenai benda-benda eksternal dibentuk berkat
rangsangan terhadap budi oleh benda-benda eksternal melalui sensasi. Dengan
kata lain, ide-ide merupakan reproduksi benda-benda eskternal sejauh benda-benda itu merangsang budi melalui
sensasi. Ini sangat mirip dengan teori Whitehead mengenai munculnya sebuah
entitas aktual. Whitehead menggeneralisasikan konsep pengertian Locke kepada
konsep entitas aktual, dan tindakan pengertian ke peristiwa tindakan prehensi.[14] (b) Whitehead menyatakan persetujuannya
dengan konsepsi Locke mengenai esensi riil benda-benda. Esensi riil benda-benda
dalam teori Locke adalah konstitusi internal mereka yang merupakan konstitusi
kompleks yang melibatkan entitas-entitas lain. Konsepsi mengenai esensi riil
benda-benda in oleh Whitehead dinyatakan sesuai dengan ajarannya bahwa sebuah
entitas aktual muncul dari proses konkresi dari entitas-entitas lainnya. (c)
Selanjutnya uraian Locke mengenai budi, Whitehead mengemukakan dukungan bagi
uraiannya yang mengatakan bahwa entitas aktual yang sekarang sedang berproses
berkat konkresi. Menurut Locke ide-ide tunggal dalam budi merupakan produk
persepsi inderawi yang dirangsang oleh benda-benda luar. Whitehead menyebut
sifat benda-benda luar yang merangsang inderawi yang selanjutnya menghasilkan
ide dalam budi sebagai vektor dari rasa-rasa pertama data yang disesuaikan oleh
entitas aktual yang berproses. (d) Whitehead setuju dengan Locke bahwa forma
substansi benda luar yang tidak terindividualisasikan merupakan koleksi sifat-sifat
universal satu, lebih tepat, satu sifat universal yang kompleks sejauh benda
luar merupakan sebuah entitas aktual, bukan suatu komunitas entitas aktual.
Bila hal itu adalah suatu komunitas maka formanya disebut karakter sosial (defining
characteristics). Whitehead mengakui bahwa hal ini bukanlah maksud asli
Locke, tetapi Whitehead menemukan dalam uraian Locke kebersamaan konstan
beberapa ide tunggal yang membentuk benda-benda luar. (e) Whitehead juga
memberi perhatian khusus kepada ajaran Locke mengenai daya.[15] Dengan semangat Whitehead menyatakan : “dalam
bagian penting ini Locke menyatakan doktrin pokok mengenai filsafat organisme
yaitu : prinsip realtivitas, sifat relasional obyek-obyek abadi, yang membentuk
forma-forma obyetifikasi entitas-entitas aktual satu terhadap yang lain, sifat
komposit sebuah entitas aktual (y.i., substansi), pengertian daya yang
membentuk bahan pokok dalam entitas aktual (substansi)”.
e.
Whitehead dan David Hume
Whitehead mengakui bahwa filsafatnya memberi tempat besar
bagi eksposisi Hume dan Kant. Hal ini jelas dalam analisisnya mengenai entitas
aktual. Baginya terdapat dua sifat penting dalam sebuah entitas aktual, yaitu
atomisme dan proses. Keduanya mirip dengan pengertian Hume mengenai
impresi-impresi tunggal dan pengulangan. Hume menekankan bahwa setiap impresi
adalah eksistensi terpisah. Dalam Appendix Treatise, Hume menyatakan bahwa
semua ide datang dari persepsi sebelumnya dan bahwa “semua persepsi terpilah
kita merupakan eksistensi-eksistensi terpisah”, dan bahwa “budi tidak pernah
mempersepsi hubungan riil apapun diantara eksistensi-eksistensi terpisah
tersebut”. Bagi Hume sensasi dapat dianalisis dengan sifat-sifat universal dan
realisasinya dalam budi yang menangkapnya. Whitehead melihat bahwa deskripsi
Hume mengenai impresi-impresi sensasi mirip dengan deskripsinya mengenai
penangkapan-penangkapan terhadap eksisten-eksisten partikular yang menampilkan
sifat-sifat universal.
Penerimaan Whitehead terhadap atomisme Hume terbatas pada
uraiannya mengenai entitas-entitas aktual yang bersamaan waktunya. Menurutnya
sejauh entitas-entitas aktual bersamaan waktu, mereka tidak saling
mempengaruhi. Tidak ada hubungan kasual antara mereka. Dunia saat ini
kenyataannya terbagi-bagi dan bersifat atomik, merupakan multiplisitas dari
entitas-entitas aktual tertentu. Atomisme harus dibatasi pada entitas-entitas
aktual yang kontemporer karena entitas-entitas aktual secara internal
dihubungkan dengan entitas-entitas aktual masa lampau yang berfungsi sebagai
sebab efisien dan secara internal dihubungkan dengan entitas-entitas aktual
berikutnya yang menyesuaikan diri dengan mereka. Maka bagi Whitehead atomisme
tidak mengeksklusifkan kompleksitas dan relativitas universal. Setiap atom
merupakan sistem semua benda. Maksud Whitehead adalah bahwa kontinuitas
menyangkut hal yang potensial, sedangkan aktualitas bersifat atomik mutlak.
Entitas-entitas aktual yang telah mencapai kepuasan berfungsi sebagi data dan
oleh karenanya tidak bersifat atomik.[16]
Hal kedua yang menunjukkan hubungan erat antara Whitehead
dan Hume adalah penjelasannya mengenai proses, menurut Whitehead penjelasan
Hume mengenai proses jelas dalam doktrinnya mengenai jiwa atau budi. Bagi Hume
daya kreatifitas budi tidak lain hanyalah kemampuan untuk melipatgandakan,
mengubah, menambah, atau mengurangi bahan-bahan yang diberikan kepada kita oleh
indra dan pengalaman.[17] Ide-ide adalah hasil dari proses mengalirnya
tahap-tahap yang berbeda, dari impresi-impresi sensasi, ke ide-ide yang ditarik
dari impresi-impresi itu, ke ide-ide refleksi, dan akhirnya ke ide-ide impresi
dari refleksi.[18]
f.
Whitehead dan Immanuel Kant
Menurut Kant, pengetahuan merupakan hasil proses
sisntesis antara fakultas inderawi dan akal. Obyek indera sebagai data
pengalaman, merangsang indera yang bersifat pasif. Data pengalaman
disintesiskan melalui forma-forma intuisi inderawi untuk menghasilkan keragaman
representasi data. Keragaman representasi ini selanjutnya harus disintesiskan
melalui kategori-kategori akal untuk membentuk pengetahuan mengenai sebuah
obyek. Maka obyek yang diketahui merupakan sintesis dari keragaman
representasi, dengan begitu obyek sejauh menyatakan diri melalui data
pengalaman yang merangsang indera diketahui. Pengetahuan mengenai obyek
diperoleh melalui proses sintesis yang melibatkan kegiatan-kegiatan:[19]
1) Obyek yang merangsang indera melalui data
pengalaman
2) Fakultas inderawi yang menghasilkan keragaman
representasi dengan mensintesiskan data pengalaman melalui forma-forma intuisi
inderawi
3) Fakultas akal yang mensintesiskan keragaman
representasi melalui kategori akal.
Whitehead sepenuhnya setuju dengan Kant bahwa pengalaman
secara esensial adalah suatu proses dan jelaslah bahwa filsafat
organismenya menerima sebagian besar filsafat Kant. Namun ada perbedaan, fokus
teori Kant adalah ruang lingkup sempit pengetahuan manusia yang didasarkan pada
pengalaman inderawi, sementara Whitehead bertujuan mengartikan pengalaman dalam
arti seluas-luasnya.[20] Bagi Kant pengalaman berarti pengalaman
inderawi, bagi Whitehead pengalaman pada umumnya menyangkut semua hal yang
terlibat dalam terlahirkannya suatu entitas baru. Whitehead membalik proses
yang ditemukan dalam uraian Kant mengenai pengetahuan. Kant berpendapat bahwa
dunia obyektif merupakan produk dari konstruksi akal dengan menggunakan
kategori-kategorinya, Whitehead berpendapat bahwa dunia obyektif merupakan
produk dari proses dunia obyektif. Proses Kant berakhir dalam konstruksi
pengetahuan mengenai obyek, proses Whitehead menghasilkan munculnya subyek.
Adapun prinsip-prinsip yang membimbing proses pengetahuan
dalam filsafat Kant adalah kategori-kategori akal, prinsip-prinsip yang
membimbing proses entitas aktual dalam filsafat Whitehead adalah citra diri (subjective
aim). Sebagaimana proses dalam uraian Kant mengenai pengetahuan bergerak
melalui tahap-tahap yang berbeda, yang dalam setiap tahapnya terdapat kegiatan
sintesis, demikian juga dalam uraian Whitehead mengenai entitas aktual juga
terdiri dari tahap-tahap brbeda, yang dalam setiap tahapnya terdapat kegiatan
sintesis.[21]
4.
Pemikiran Alfred North Whitehead Tentang Konsep
Filsafat Proses
a.
Metafisika
Whitehead memahami filsafatnya sebagai metafisika. Baginya tugas
metafisika adalah “to frame a coherent, logical, necessary system of general
ideas in terms of which every element of our experience can be interpreted”
(menyusun sebuah sistem yang koheren, logis dan perlu dari sejumlah
gagasan-gagasan umum, yang dapat dipakai sebagai kerangka untuk menjelaskan
semua unsur pengalaman kita). Sifat yang logis dan koheren membentuk sisi
rasional dari metafisika. Prinsip-prinsip metafisika harus dapat ditempatkan
dalam sebuah sistem yang logis dan tidak kontradiktif dalam dirinya sendiri.[22]
Kerangka metafisika Whitehead yaitu subyek yang bersangkutan akan
melihat sendiri sebagai bagian utuh dari seluruh universum yang berada dalam
proses. Sebuah sistem metafisika harus juga koheren dan bersifat penting. Dia
harus berangkat dari dunia pengalaman dan dipakai lagi untuk menilai dan
mengatur pengalaman. Untuk dapat menfasirkan pengalaman secara adekuat,
metafisika harus berangkat dari evidensi dan data-data yang ditangkap intuisi
dalam pertemuan dengan dunia. Dalam intuisi seperti ini akan diperoleh
prinsip-prinsip umum yang harus selalu diperhatikan dan diperlakukan sebagai
abstraksi. Satu sistem metafisika adalah generalisasi satu pengalaman konkret
berdasarkan intuisi, dan memperoleh kebenaran kalau dapat dipakai untuk
menjelaskan semua elemen pengalaman yang konkret. Ini tidak berarti bahwa
sebuah sistem metafisika harus menampung dan membicarakan semua elemen
pengalaman secara mendetail. Metafisika hanya mengenal prinsip-prinsip umum.
Pengalaman adalah kasus nyata dari prinsip yang akan menegaskan prinsip
tersebut.[23]
Whitehead secara komprehensif menguraikan
filsafat prosesnya adalah Process and Reality. An Essay In Cosmology
(Proses dan Realitas. Sebuah Esai Kosmologi, 1929). Judul kecil buku ini An
Essay In Cosmology menekankan sifat kosmis universal dari obyek bahasanya.
Di sini Whitehead mengembangkan suatu sistem kategori metafisik yang dipakainya
untuk menginterpretasikan setiap fenomena tunggal mandiri dari realitas dalam
saling keterkaitannya dengan totalitas realitas itu sendiri.[24]
Whitehead memulai filsafatnya dengan
memperhatikan dunia dan menilai tinggi pengalaman. Dunia pengalaman menunjukkan
bahwa perubahan dan kesetiaan/ketetapan merupakan fenomena-fenomena inhern
dalam dunia. Ada entitas yang tetap membutuhkan perubahan untuk menyempurnakan
dirinya, dan ada entitas yang berubah yang demikian kesempurnaannya bergantung
pada yang tetap. Whitehead menemukan pengertian proses. Seluruh
universum adalah sebuah proses dan proses tidak lain dari ikhwal dari segala
sesuatu yang ada adalah proses, dan semua proses adalah yang ada. Berada
berarti menjadi, berada dalam proses. Yang ada hanyalah yang menjadi, dan
bukannya yang ada dan yang menjadi. Menjadi, berada dalam proses tidak
ditambahkan pada sesuatu yang sudah ada, karena sejauh sesuatu itu ada, dia
ada. Kalau demikian, yang dimaksud dengan proses bukan lagi suatu sifat dari
sesuatu yang ada, melainkan wujud terdalamnya. Menjadi bukan hanya berarti
berubah, karena berubah berarti pengadaan sebuah kualifikasi baru bagi sebuah
substansi yang sudah ada atau peniadaannya. Tetapi apabila dikatakan, bahwa
segala yang ada menjadi, maka itu berarti segala sesuatu berada dalam
proses, melaluinya sesuatu muncul sebagai dirinya sendiri.[25]
Kategori sentral kosmologi Whitehead adalah
“proses” paham ini menggantikan paham substansi yang dalam filsafat tradisional
dipahami sebagai hakikat ajeg dan tidak berubah dari realitas. Bagi Whitehead,
realitas jagad raya ini ternyata terdiri satuan-satuan aktual (actual
entities atau actual occasions) yakni kenyataan dasar yang membentuk
segala sesuatu.
Ada beberapa prinsip universal yang
dikemukakan Whitehead. Dua diantaranya adalah yang terkenal, yaitu prinsip
proses dan prinsip kreativitas. Prinsip proses dibedakan menjadi dua yakni (1)
prinsip proses yang bersifat mikroskopis atau sebagai prinsip konkresi (principle
of concrescense), prinsip ini merupakan asas yang memungkinkan terjadinya
proses lahirnya satu wujud aktual lama yang sudah mencapai kepenuhan diri (2)
prinsip bagi proses yang bersifat makroskopis atau proses “obyektifikasi”
adalah prinsip yang memungkinkan perubahan dari satuan aktual yang sudah
mencapai kepenuhan adanya proses menjadi datum lagi bagi munculnya
satuan aktual yang baru. Prinsip kreativitas adalah prinsip yang mendasari
proses konkresi yang telah disebut di atas. Prinsip kreativitas bisa dikatakan
sebagai prinsip kebaruan (novelty), sebab berkat dayanya dilahirkan satu
satuan aktual baru lagi dan lagi. Prinsip ini merupakan daya dinamis di alam
semesta yang memungkinkan terjadinya proses perubahan terus menerus. Adanya
prinsip kreativitas disimpulkan secara logis berdasarkan analisis atas satuan
aktual sebagai wujud ciptaannya. Satuan aktual itu “ada” dan berproses sebab ia
digerakkan oleh prinsip kreativitas itu.[26]
b.
Paham Tuhan dalam Filsafat
Proses
1. Aspek Awali (the primodial nature of God)
Aspek awali Allah memuat dua peran Allah sekaligus, yakni
(1) sebagai dasar awali untuk adanya tatanan (the primodial ground of order)
dalam seluruh jagad raya, (2) sebagai dasar untuk munculnya kebaruan (the
ground of novelty) dalam perwujudan suatu peristiwa atau satuan aktual.
Kedua peran Allah baik (1) maupun (2) menyatu dalam fungsi Allah sebagai
prinsip konkresi (the principle of concrescense) yang memunculkan wujud
baru. Aspek awali dan fungsi-Nya sebagai prinsip konkresi, Allah merupakan
perwujudan perdana dan bersifat non temporal dari apa yang telah disebut
sebagai prinsip kreativitas, yakni prinsip dasariah yang memungkinkan
terjadinya proses tanpa henti dalam jagad raya. Allah menurut Whitehead “sudah
memikirkan sebelumnya segala kemungkinan bentuk-bentuk hubungan Allah yang
teratur dari segala peristiwa yang mungkin terwujud dan sekaligus menawarkan
kemungkinan-kemungkinan baru tetap terbuka atau memberi kebebasan bagi kreasi
diri suatu wujud aktual.”[27]
Whitehead mengatakan bahwa Allah memberi wujud konseptual
pada apa yang disebutnya sebagai obyek-obyek abadi (eternal object),
yaitu berbagai kemungkinan murni yang akan menjadi prinsip pembentuk setiap
wujud aktual. Dilihat dari wujud-wujud aktual, wujud konseptual rancangan Allah
ini berfungsi sekaligus sebagai tujuan subyektif (subjective aims)
mereka dalam merealisasikan dirinya. Artinya Allah menurut Whitehead, Allah
memang memberi struktur dan kerangka umum bagi perwujudan diri setiap wujud
aktual agar ia mencapai kepenuhan dirinya, namun pada saat yang sama juga ia
memberi kesempatan, ya kebebasan pada masing-masing wujud aktual untuk memberi
isi konkret pada struktur atau kerangka umum rancangan Allah itu. Kreasi diri
setiap wujud aktual untuk mencapai kepenuhan tetap dihormati dan mendapat
tempat.[28]
2. Aspek Akhiri (the consequent nature of God)
Jika aspek awali Allah memuat dua peran, Allah sebagai
pendasar (1) bagi tatanan alam semesta dan (2) bagi munculnya kebaruan di sana,
maka aspek akhiri memuat peran Allah yang ke- (3) yakni sebeagi penyerta yang
tanggap dan menyelamatkan. Dalam aspek ini Allah merangkum segala macam hasil
proses perwujudan berbagai satuan aktual dalam dunia, sekaligus ia dipengaruhi
dan digerakkan oleh berbagai peristiwa yang terjadi di sana. Jika pengisian
secara konkret Allah berdasarkan aspek awali-Nya amat tergantung pada
pelaksanaan kebebasan setiap wujus aktual dalam mewujudkan dirinya, maka
berdasarkan aspek akhiri-Nya, Allah mampu memperhitungkan segala sesuatu yang
dibuat oleh satuan aktual apapun.
Bentuk “perhitungan” Allah dalam aspek akhiri-Nya ini
terdiri dari tindakan Allah yang melakukan pengadilan yang menyelamatkan dunia.
Whitehead berpendirian bahwa pada akhirnya Allah akan mampu menyelamatkan apa
yang masih dapat diselamatkan dari kehancuran total, seandainya saja setiap
satuan aktual (manusia) dalam kebebasannya menentukan dirinya secara desktruktif
melawan struktur atau kerangka umum rancangan Allah. Whitehead menyebut Allah
sebagai “the gerat companion the fellow suferer who understands” (Sang
Sahabat Agung-Rekan Sependeritaan yang memahami) : The consequent nature of
God is his judgment on the world. He save the world as it passes into the
immediary of his own life. It is the judgment of a tenderness wjich loses
nothing that can be saved. It is also the judgment of wisdom which uses what in
the temporal world is mere wreckage.[29]
Menurut pemikiran Whitehead terdapat hubungan saling
mempengaruhi antara Allah dan berbagai peristiwa dunia sebagai penentuan diri
wujud-wujud aktual. Artinya dalam pemikiran metafisika Whitehead, seperti
entitas lain Tuhan pun ber-“proses” tetapi bukan Tuhan pada diri-Nya sendiri
yang transendental melainkan Tuhan dalam relasi-Nya dengan dunia (manusia).
Antara Tuhan dan dunia ada hubungan kesalingtergantungan dan timbal balik.
Namun hubungan timbal balik itu tidak sepenuhnya simetris. Dalam aspek
akhirinya Allah memang dipengaruhi oleh dunia namun ia abadi dan tidak punah.
Allah memang terlibat dalam sejarah, namun ia tidak secara total tenggelam
dalam ruang waktu. Berbagai peristiwa di dunia memang membuat perbedaan atau
berpengaruh pada Allah, namun rencana umum dan rancangan kehendak-Nya tinggal
tetap dan tidak berubah. Maka pada akhirnya, dilihat secara menyeluruh; rencana
Allah tetap bisa dijalankan kendati berbagai penentuan diri setiap wujud
aktual.[30]
Bagi Whitehead, Allah menampakkan dirinya sebagai
“Pujangga Dunia” (the poet of world), Allah mewujudnyatakan “visi
mengenai kebenaran, keindahan, dan kebaikan” dengan secara sabar
membimbing, menyertai, dan berpartisipasi pada peristiwa-peristiwa dunia,
melampaui batas-batas pencerapan netra dan pemahaman akal budi melulu, untuk
pada akhirnya menciptakan keselarasan antara proses-proses riil dunia fana ini
dengan konsep dasariah dan kehendak-Nya tentang dunia.
Whitehead berusaha untuk membangun hubungan yang seimbang
antara Tuhan dan dunia. Dibandingkan dengan pandangan Hegel, pemikiran
Whitehead mengenai Tuhan yang mau melakukan “pengubahan beberapa ajaran
pokok filsafat idealisme absolut (misalnya filsafat Hegel) di atas dasar
yang realistis” (Process and Reality, 1960, viii, seperti dikutip Küng,
209) lebih bersifat paenenteistik daripada panteistik atau monoteistik.
Kalau panteisme tidak membedakan hakikat Allah dari hakikat alam dunia,
sedangkan monoteisme sebaliknya membuat pemisahan tegas antara Tuhan dan
makhluk ciptaan-Nya Whitehead mau menggabungkan kedua pandangan itu dengan
mengintroduksi paham “aspek akhiri Tuhan” sebagai imanensi-Nya, maupun paham
“aspek awali Tuhan” sebagai transendensi Allah. Untuk menyusun pandangan ini
Whitehead memakai strategi yang mampu menghubungkan metode ilmu pengetahuan
alam dan ilmu kemanusiaan, filsafatnya merupakan titik pertemuan dari berbagai
disiplin ilmu mulai teologi hingga lewat ilmu fisika, biologi dan ekologi.[31]
KESIMPULAN
Alfred North Whitehead lahir15 Februari 1861 di Ramsgate, Kent, Inggris, dibesarkan dalam lingkungan keluarga guru dan pendeta. Hasil karya, buku
pertama Universal Algebra (1898). Tahun 1905 “On
Mathematical Concepts of the Maoms of Projective Geometry (1906).
Dan The Axiom of Descriptive Geometry (1907). Tahun 1910 Principia
mathematica (dikerjakan dengan Bertrand Russell) Tahun 1914,“La Theorie
Relationiste de l’ Espace”, “The Organisation of Thought”. An Enquiry
Concerning The Principles of Natural Knowledge (1919), The Concept of
Nature (1920), dan The Principle of Relativity (1922). Tahun 1925, Science
and the Modern World. Tahun 1926, Religion in the Making. Tahun
1927, Symbolism, Its Meaning and Effect. Karya terbesar Process and
Reality tahun 1929. Pemikirannya dipengaruhi oleh Plato,
Aristoteles, Rene Descartes, John Locke, David Hume, Immanuel Kant. Pemikiran
Alfred North Whitehead tentang konsep filsafat proses, adanya konsep metafisika
dan konsep tentang Paham Tuhan dalam filsafat Proses ada dua yaitu aspek awali
(the primodial nature of God) dan aspek akhiri (the consequent nature
of God).
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Hardono, Jati Diri Manusia Berdasar
Filsafat Organisme Whitehead, Yogyakarta : Kanisius, 1996.
Kleden, Paulus Budi, Dialog Antar Agama
Dalam Terang Filsafat Proses Alfred North Withehead, Maumere : Ladero,
2002.
L. Tjahjadi,
Simon Petrus, Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan : Dari Descartes Sampai
Whitehead, Yogyakarta : Kanisius, 2007.Paskal, Paskalis Belawan, Whitehead
dan Pemikirannya dalam http://mualang.wordpress.com diakses pada 22 Oktober 2014 pukul 19.58 WIB.
Prasetyo, Hery Dwi, Tuhan, Agama dan Filsafat “Proses” Dalam
Pemikiran Alfred North Whitehead, dalam http://catatanhery.wordpress.com
diakses pada 05 Oktober 2014 pukul 09.34 WIB.
[1] Ali Maksum, Pengantar Filsafat : Dari Klasik Hingga Postmodernisme,
(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012),hal. 14-15.
[2] Ibid, hal. 15.
[3] Paskalis Belawan Paskal, Whitehead dan Pemikirannya dalam http://mualang.wordpress.com diakses pada 22 Oktober 2014 pukul 19.58 WIB.
[4] Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan
Para Filsuf Dan Ilmuwan : Dari Descartes Sampai Whitehead, (Yogyakarta :
Kanisius, 2007), hal. 129.
[5] Ibid, hal.129-131.
[6] Hery Dwi Prasetyo, Tuhan, Agama dan Filsafat “Proses” Dalam Pemikiran Alfred North Whitehead, dalam http://catatanhery.wordpress.com diakses pada 05 Oktober 2014 pukul 09.34 WIB.
[7] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia
Berdasar Filsafat Organisme Whitehead, (Yogyakarta : Kanisius, 1996),
hal.43.
[8] Ibid, hal. 44.
[9] Ibid, hal. 45.
[10] Ivor Leclerc, Whitehead`s Metaphysics : An Introructory Expsition, New
York : The Humanities Press, 1965.
[11] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 46-48.
[12] “Konkresi” merupakan terjemahan dari “concrescence” yang berarti
peristiwa menyatunya usnur-unsur untuk menghasilkan peristiwa lain.
[13] “Misalnya dalam persepsi mengenai sebuah batu dalam waktu yang sama,
individualitas terpisah dari setiap entitas aktual di dalam nexus yang
membentuk batu itu disatukan dalam kesatuan kepenuhan ekstensif, yang bagi
Descartes dan pendapat umum disebut batu.”
[14] “Prehensi” bagi Whitehead berarti penangkapan unsur luar untuk dijadikan
unsur pembentuk diri penangkapnya. Prehensi positif disebut rasa (feeling),
sedangkan prehensi negatif berarti peyingkiran.
[15] John Locke, Concering Human Understanding, ed. Peter H. Nidditch,
(Oxfored : Clarendon Press, 1987), hal II, XXI, 1-3.
[16] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 51-53.
[17] David Hume, Equiries Concering Human Understanding And Concerning The
Principle of Morals, (Oxford : Clarendon, 1975), hal. 19.
[18] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 53.
[19] Ibid, hal. 53-54.
[20] Yang dimaksud dengan “pengalaman” manusiawi oleh Whitehead adalah segala
sesuatu yang kita sadari, misalnya dengan menikmatinya, mempersepsinya,
menginginkannya, atau memikirkannya (Precess and Reality, hal. 3).
[21] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 54-55.
[22] Paulus Budi Kleden, Dialog Antar Agama Dalam Terang Filsafat Proses
Alfred North Withehead, (Maumere : Ladero, 2002), hal.108.
[23] Ibid, hal. 109.
[24] Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan
Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 131.
[25] Paulus Budi Kleden, Dialog Antar Agama..., hal. 18.
[26] Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan
Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 131-132,
[27] Demikian deskripsi J. Sudarminta, SJ, dalam “Model Pemahaman Tentang Allah
Dalam Filsafat Proses” dalam Budi Susanto (ed.), Teologi dan Praksis
Komunitas Postmodern, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), hal. 197.
[28] Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan
Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 134.
[29] Whitehead, Procees And Reality, (New York, 1979, 351), seperti
dikutip J. Sudarminta (1994), 138.
[30] Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan
Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 135.
[31] Simon Petrus L. Tjahjadi, Tuhan
Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 136.