Agama sering dianggap sebagai biang masalah
atas ketidakadilan gender. Hal yang sangat menganggu adalah misalnya tentang
pengambaran Tuhan seolah-olah laki-laki, ini hampir terjadi di setiap agama. Permasalahan
itu terjadi apakah karena watak agama itu sendiri ataukah justru berasal dari
pemahaman, penafsiran dan pemikiran keagamaan yang tidak mustahil dipengaruhi
oleh tradisi dan kultur patriaki.
Al-Quran
sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui bahwa
keududkan laki-laki dan perempuan adalah sama, keduanya diciptakan dari satu nafs
(living entity) dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang
lain. Bahkan Al-Quran tidak menjelaskan secara tegas bahwa Hawa diciptakan dari
tulang rusuk Adam, sehingga kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar
itu prinsip laki-laki dan perempuan adalah sama, hak istri diakui sederajat
dengan hak suami.
Adapun hal yang mempengaruhi dan dianggap
mewakili pandangan resmi Islam atas asal datangnya pemikiran yang telah menjadi
tradisi dan tafsir keagamaan yang meletakkan posisi perempuan lebih rendah dari
laki-laki antara lain pengaruh kultru Timur Tengah abad peretangahan. Sheikh
Nefzawi seorang penulis Muslim yang mewakili kultur pada zamannya menjelaskan
tipe perempuan ideal adalah: “Perempuan yang jarang bicara atau ketawa. Dia
tidak pernah meninggalkan rumah, walaupun untuk menjenguk tetangganya atau
sahabatnya. Ia tidak memiliki teman perempuan dan tidak percaya siapa saja
kecuali pada suaminya. Dia tidak menerima apapun dari orang lain kecuali dari
suami dan orang tuanya. Jika dia bertemeu dengan sanak keluarganya, dia tidak
mencampuri urusan mereka. Dia harus membantu segala urusan suaminya, tidak
boleh banyak menuntut ataupun bresdih. Ia tidak boleh tertawa selagi seuaminya
bersedih, dan senantiasa menghiburnya. Dia menyerahkan diri hanya kepada
suaminya, meskipun jika kontrol akan
membunuhnya.... perempuan seperti itu adalah yang dihormati oleh semua orang. ”
Padahal dalam Al-Quran sudah menjelaskan bahwa
subordinasi yang berkembang dalam masyarakat tidak sesuai dengan semangat
keadilan dalam Al-Quran, Surat Al-Hujurat ayat 14 : Allah hanya menilai sesorang
dari ketaqwaannya bukan dari kedudukan laki-laki atau perempuan. Ayat lain juga
menyatakan tidak ada subordinasi antara perempuan dan laki-laki seperti surat
At-taubah ayat 71, An-Nisa 123, Surat ayat 195 dan An-Nahl ayat 97.
Pemahaman yang bias gender selain meneguhkan
subordinasi kaum perempuan juga membawa akibat pada persoalan waris dan
kesaksian diaman nilai kaum perempuan dianggap separoh dari kaum laki-laki.
Tradisi penafsiran Islam yang tidak menggunakan perspektif gender, perempuan
sama sekali tidak memiliki hak berproduksi maupun reproduksi yakni untuk
mengontrol organ reproduksi mereka. Perlu usaha untuk menafsirkan kembali agar
keadilan gender dalam hak-hak reproduksi perlu mendapat perhatian, meliputi
hak: jaminan keselamatan dan kesehatan, memilih pasangan, hak untuk menikamti
dan menolak hubungan seksual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar