Jumat, 03 April 2015

FILSAFAT PROSES MENURUT ALFRED NORTH WHITEHEAD

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Manusia memiliki kemampuan berpikir. Berpikir adalah ciri khas manusia. Kemampuan ini yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Selain ciri utama sebagia makhluk berpikir (kognisi), manusia juga masih mempunyai potensi lainnya yakni perasaan (afeksi), kehendak (konasi), dan tindakan (aksi), atau sering disebut dengan daya cipta, rasa dan karsa.[1]
Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan dimulai dari aktivitas berpikir, maka inti dari filsafat adalah berpikir.Berpikir yang dapat disebut berfilsafat adalah berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu berpikir yang radikal, sistematis, dan universal. Tujuannya adalah memperoleh pengetahuan yaitu pengetahuan yang menyangkut kebenaran, sehingga dengan berfilsafat manusia dapat sampai kepada kebenaran.[2]
Dalam makalah ini akan diuraikan tentang filsafat proses menurut Alfred North Whitehead dengan rincian : biografi atau riwayat hidup Whitehead, hasil karya, serta tokoh-tokoh filsuf yang melatarbelakangi dan memberikan pengaruh terhadap pemikirannya, juga pemikiran Alfred North Whitehead tentang konsep filsafat proses.




BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT PROSES ALFRED NORT WHITEHEAD
1.        Riwayat Hidup
Alfred North Whitehead dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1861 di Ramsgate, Kent, Inggris. Ia dilahirkan, dibesarkan dalam lingkungan keluarga guru dan pendeta. Ayahnya adalah seorang guru dan juga pendeta Gereja Anglikan. Whitehead hidup pada masa yang penuh gejolak dengan gagasan-gagasan revolusioner yang menciptakan paradigma-paradigma baru  dan mengubah sejarah. Pada usia 14 tahun, Whitehead sekolah di Sherborne, Dorsethire, bagian selatan Inggris. Pendidikannya dijalani secara wajar dalam standar yang ada. Ia mendapatkan pendidikan bahasa Latin dan Yunani. Selain itu, ia juga senang membaca Kitab Suci Perjanjian Lama, Septuaginta.[3]
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan ia dikenal sebagai matematikus dan ahli logika. Bersama seorang muridnya, Betrand Russel (1872-1970 M), ia mempublikasikan karya monumentalnya Principia Mathematica (Prinsip Matematika, 1910-1913 M) yang salah satu bagiannya adalah tentang logika matematika.[4]
Pada awalnya Whitehead mempelajari matematika, sejak tahun 1884 menjadi anggota Trinity Collage, akan tetapi minatnya meluas pada fisika, filsafat dan teologi yang digeluti secara intens dalam pengaruh pemikiran John Henry Newman (1801-1890 M). Pada tahun 1914 M menjadi pengajar fisika terapan di South Kensington Inggris, tahun 1924 M pindah ke Cambrige Massachussets AS dan mengajarkan filsafat di Hardvard. Tahun 1929 M terbit karya utamanya, yang bahasa maupun isinya sangat sulit dipahami “Process and Reality. An Essay in Cosmology” (Proses dan Realitas. Sebuah Esai Kosmologi) yang menjadi dasar kokoh bagi filsafat proses Whitehead yang terkenal. Dalam usia ke 63 ia masih sebagai profesor filsafat di Harvard, ia merancang suatu sistem metafisika yang menyeluruh. Pada 30 Desember 1947 M ia meninggal dalam usia 86 tahun di Cambrige, Massachussets, Amerika Serikat.[5]
2.        Hasil Karya
Karya-karya Alfred North Whitehead dapat digolongkan menjadi tiga periode yang menandai tiga tahap perkembangan dalam karier intelektualnya, sebagai berikut :[6]
a)         Periode pertama (antara tahun 1891-1913). Pusat perhatiannya pada dunia matematika dan logika. Buku pertama yang ia terbitkan adalah Universal Algebra (1898). Tahun 1905 ia menerbitkan sebuah artikel yang cukup mempengaruhi perkembangan filsafatnya dikemudian hari, yakni “On Mathematical Concepts of the Maoms of Projective Geometry (1906). Dan The Axiom of Descriptive Geometry (1907). Tahun 1910 terbitlah buku yang cukup terkenal dan dia kerjakan bersama Bertrand Russell (muridnya), yakni Principia mathematica. Periode pertama dalam perkembangan pemikiran Whitehead dimulai di Cambridge, Inggris, dan berhenti di London.
b)        Periode kedua (tahun 1914-1923). Oleh Victor Lowe disebut sebagai “London Pre-Speculative Epistemology”. Pada periode ini Whitehead memusatkan perhatiannya pada pengembangan suatu filsafat ilmu alam. Tahun 1914 ia menulis sebuah artikel yang secara embrional sudah menampakkan beberapa ciri filsafatnya di kemudian hari. Artikel tersebut antara lain: “La Theorie Relationiste de l’ Espace”, “The Organisation of Thought”. Serta buku-buku yang berkaitan dengan ilmu alam yang mengandung unsur filosofis seperti: An Enquiry Concerning The Principles of Natural Knowledge (1919), The Concept of Nature (1920), dan The Principle of Relativity (1922). Periode kedua seluruhnya berlangsung di London.
c)         Periode ketiga adalah periode Harvard. Whitehead sungguh-sungguh mulai mengembangkan pemikiran filosofisnya. Periode ini oleh Victor Lowe disebut sebagai periode metafisika, karena dalam buku-bukunya Whitehead pada dasarnya mencoba untuk menyajikan suatu metafisika kosmologis dan pengetengahan peran gagasan-gagasan metafisis dalam perkembangan peradaban manusia. Sejak dia pindah ke Amerika, Whitehead mulai memberikan kuliah dan ceramah-ceramah dalam bidang filsafat. Pada tahun 1925 terbitlah bukunya yang mengawali pemikiran metafisisnya yaitu, Science and the Modern World. Tahun berikutnya (1926) terbit bukunya tentang kehidupan beragama yang berjudul Religion in the Making. Tahun 1927 ia menerbitkan buku yang memuat alur-alur pokok gagasan epistemologisnya yakni Symbolism, Its Meaning and Effect.
Karya terbesar dan merupakan suatu penyajian sistematis dari filsafatnya yang dia sebut sebagai filsafat organisme adalah Process and Reality. Buku ini terbit tahun 1929 memang terkenal untuk dibaca dan dipahami isinya. Bukan hanya karena di dalamnya dikemukakan gagasan-gagasan baru yang menuntut perubahan cara berpikir kita yang biasa, tetapi juga karena begitu banyak istilah baru yang ia ciptakan dan gunakan. Whitehead amat sadar akan keterbatasan bahasa dalam mengungkapkan isi pikiran.
3.        Tokoh Filsuf yang Mempengaruhi Pemikiran Alfred North Whitehead
a.         Whitehead dan Plato.
Menurut Whitehead tradisi filsafat di Eropa merupakan suatu seri catatan kaki pada Plato, baginya karya-karya Plato benar-benar penuh dengan ide-ide universal yang begitu kaya dan padat, sehingga mampu memberikan inspirasi pada filsuf-filsuf sesudahnya. Tujuh istilah dalam dialog-dialog akhir Plato, dinyatakan oleh Whitehead sebagai istilah-istilah penting dalam filsafat. Istilah tersebut adalah “ide, unsur-unsur fisik, jiwa, eros, harmoni, relasi-relasi matematis, dan wadah (receptacle).” Hal-hal itu penting sebab semua filsafat sebenarnya merupakan upaya untuk memperoleh suatu sistem yang koheren berdasar pada modifikasi-modisfikasi tertentu dari istilah-istilah tersebut.[7]
Hubungan Whitehead dengan Plato, yaitu pada analisis mengenai dialog Plato yang berjudul Timaeus yang mempunyai kedudukan sentral di dalam sistem filsafat Whitehead, khususnya dalam uraiannya mengenai kodrat tatanan. Whitehead mengidentifikasi beberapa unsur yang sangat penting bagi filsafat organisme. De facto, ia melengkapi unsur-unsur tersebut dengan unsur-unsur yang ditemukannya dalam dialog-dialog Plato yang lain, yang kemudian dirajutnya menjadi suatu jalinan ide yang lengkap. Ia juga menggunakan ide-ide tersebut terutama untuk mendukung doktrinnya yang sangat penting mengenai “entitas aktual” (actual entity), meskipun Plato menggunakannya untuk menerangkan kosmologinya. Unsur yang paling menonjol yang ditemukan Whitehead dalam Timaeus adalah keyakinan bahwa tata dunia dapat dirunut kembali ke asal yang tak teratur. Kemunculan tata dunia melibatkan banyak pengertian yang berbeda-beda. Whitehead mencatat bahwa tata dunia di dalam kosmologi Plato dapat diinterpretasikan dalam dua cara. Di satu pihak, tatanan itu ditetapkan oleh Allah sang pencipta, di pihak lain tatanan itu merupakan produk dari daya imanen, aksi dan reaksi dari unsur-unsur internal pembentuk dunia sendiri.[8]
Whitehead menyusun kosmologi Plato sebagai berikut, terdapat ide abadi, dimana benda-benda duniawi merupakan fotokopi atau contoh-contohnya. Fotokopi tersebut merupakan kerja dari seorang Tukang Mulia (Demiurgos) yang padanya tergantung keteraturan dunia. Dengan pandangannya yang terpaku pada ide-ide, Sang Tukang Mulia itu menikmati penampilan ide-ide. Penampilan tersebut merupakan pengalaman pribadi suatu aktifitas dari perasaan subjektif. Pengalaman internal itu menimbulkan rasa keindahan pada perasaan Sang Tukang Mulia. Pengaruh pengalaman itu begitu mendalam sehingga ero, yaitu dorongan terhadap kesempurnaan ideal, menampakkan dayanya dalam mempengaruhi Sang Tukang Mulia itu untuk mewujudkan ide-ide itu di dalam contoh-contoh yang konkret dan menentukan tatanan bagi dunia. Istilah Plato yang lain, menurut Whitehead penting adalah wadah (receptacle), ia mengartikan wadah sebagai satu kenyataan yang mencakup segalanya yang merupakan sejarah satu semesta yang bergerak maju. Komunitas dunia ini yang merupakan matra bagi semua yang muncul dan hakikatnya adalah proses dengan muatan keterhubungan, komunitas ini adalah yang disebut Plato “wadah”.[9]
b.        Whitehead dan Aristoteles
Menurut Ivor Leclerc dalam bukunya Whitehead`s Metaphysic,[10] mencatat beberapa kesesuaian penting dari kedua pemikir tersebut, pertama adalah formulasi mengenai masalah atau obyek yang digulati metafisika. Rumusan Aristoteles tentang obyek metafisika sangat sesuai dengan rumusan Whitehead. Whitehead menyebut suatu sikap metafisik bila merupakan sikap pertimbangan netral mengenai kodrat benda-benda. Menurut prinsip ontologis semua pnejalsan mengenai kodrat benda-benda harus dicari dalam entitas aktual. Entitas ini dipergunakan untuk menunjuk kepada segala sesuatu yang ada, sedangkan kata aktual mempunyai arti yang sama dengan pengertian Aristoteles mengenai individual partikular. Entitas aktual (actual entity) juga disebut actual occasional adalah hal-hal riik yang tersederhana yang membentuk dunia. Tidak mungkin mencari lebih jauh di balik entitas aktual untuk menemukan sesuatu yang lebih riil.
Kedua kesesuaian antara Whitehead adan Aritoteles terletak dalam deskripsi mereka mengenai tujuan penyelidikan metafisika. Aristoteles menyatakan “ada ilmu yang menyelidiki pengada sebagi pengada dan sebutan-sebutan yang termasuk di dalamnya berkat kodratnya..., karena kita mencari prinsip-prinsip pertama dan sebab-sebab tertinggi, jelaslah bahwa harus ada sesuatu yang padanya melekat prinsip-prinsip dan sebab-sebab tersebut berkat kodratnya sendiri. Kalau mereka mencari prinsip-prinsip yang sama ini, perlulah bahwa unsur-unsur tersebut merupakan unsur-unsur pengada justru karena itu adalah pengada bukan karena kebetulan. Maka mengenai pengada sebagai pengadalah bahwa kita juga menangkap sebab-sebab pertama” yang dimaksud dengan sebab-sebab tertinggi adalah sebab formal dan sebab material, sebab efisien dan sebab final. Maka metafisika mencari faktor-faktor dan sifat-sifat pertama yang terdapat di dalam segala sesuatu yang dapat dikatakan ada.[11]
c.         Whitehead dan Rene Descartes
Whitehead mengakui bahwa filsafat organismenya merupakan kelanjutan dari subyektivisme Cartesian. Beberapa unsur pokok dalam pemikirannya berasal daripadanya. Yang pertama adalah keyakinan Whitehead bahwa dunia terdiri dari multiplisitas benda-benda yang riil dan benar, sebagaimana dijelaskan Rene Descartes dengan res verae-nya.pengertian res verae oleh Descartes dimengerti dengan istilah  substansi, oeleh Whitehead disebut entitas aktual. Entitas aktual adalah hal-hal riil tersederhana yang membentuk dunia. Yeng kedua adalah subyektivisme Descartes, yang menekankan bahwa intuisi budi merupakan sumber ide-ide mengenai kualitas-kualitas pertama benda-benda jasmani. Tetepai yang dilakukan Whitehead adalah memebalik subyektivisme Descartes, sehingga ditekankan bahwa budi merupakan produk dari “konkresi” obyek-obyek.[12] Pinsip baru ini disebut prinsip subyektivis yang diperbaharui, kemudian Whitehead memperluas jangkauan subyektivisme Descartes sehingga dia mengatakan dunia aktual ini adalah duniaku, bukan sekedar tengan dan badan ini adalah milikku.
Bertolak dari keyakinan bahwa Allah bukanlah penipu, Descartes mempertahankan kebenaran, sekurang-kurangnya sebagiannya, yang diajarkan oleh alam. Menurut Descartes adalah jelas dan terpilah (clear and distinct) bahwa alam mengajar kita bahwa tatanan dan disposisi benda-benda tercipta dan kompleks dari semua hal diciptakan oleh Allah. Pengertian mengenai kompleks dari semua hal tersebut identik dengan ajaran organik Whitehead mengenai kepenuhan ekstensif dari entitas-entitas aktual (the extensive plenum of actual entities).[13]
d.        Whitehead dan John Locke
Whitehead menyatakan bahawa buku Locke “Essay Concerning Human Understanding” dapat dijadikan sarana untuk memahami pengandaian-pengandaian yang mendasari filsafat organisme. (a) Pertama ia melihat bahwa bagi Locke ide-ide mengenai benda-benda eksternal dibentuk berkat rangsangan terhadap budi oleh benda-benda eksternal melalui sensasi. Dengan kata lain, ide-ide merupakan reproduksi benda-benda eskternal sejauh  benda-benda itu merangsang budi melalui sensasi. Ini sangat mirip dengan teori Whitehead mengenai munculnya sebuah entitas aktual. Whitehead menggeneralisasikan konsep pengertian Locke kepada konsep entitas aktual, dan tindakan pengertian ke peristiwa tindakan prehensi.[14] (b) Whitehead menyatakan persetujuannya dengan konsepsi Locke mengenai esensi riil benda-benda. Esensi riil benda-benda dalam teori Locke adalah konstitusi internal mereka yang merupakan konstitusi kompleks yang melibatkan entitas-entitas lain. Konsepsi mengenai esensi riil benda-benda in oleh Whitehead dinyatakan sesuai dengan ajarannya bahwa sebuah entitas aktual muncul dari proses konkresi dari entitas-entitas lainnya. (c) Selanjutnya uraian Locke mengenai budi, Whitehead mengemukakan dukungan bagi uraiannya yang mengatakan bahwa entitas aktual yang sekarang sedang berproses berkat konkresi. Menurut Locke ide-ide tunggal dalam budi merupakan produk persepsi inderawi yang dirangsang oleh benda-benda luar. Whitehead menyebut sifat benda-benda luar yang merangsang inderawi yang selanjutnya menghasilkan ide dalam budi sebagai vektor dari rasa-rasa pertama data yang disesuaikan oleh entitas aktual yang berproses. (d) Whitehead setuju dengan Locke bahwa forma substansi benda luar yang tidak terindividualisasikan merupakan koleksi sifat-sifat universal satu, lebih tepat, satu sifat universal yang kompleks sejauh benda luar merupakan sebuah entitas aktual, bukan suatu komunitas entitas aktual. Bila hal itu adalah suatu komunitas maka formanya disebut karakter sosial (defining characteristics). Whitehead mengakui bahwa hal ini bukanlah maksud asli Locke, tetapi Whitehead menemukan dalam uraian Locke kebersamaan konstan beberapa ide tunggal yang membentuk benda-benda luar. (e) Whitehead juga memberi perhatian khusus kepada ajaran Locke mengenai daya.[15] Dengan semangat Whitehead menyatakan : “dalam bagian penting ini Locke menyatakan doktrin pokok mengenai filsafat organisme yaitu : prinsip realtivitas, sifat relasional obyek-obyek abadi, yang membentuk forma-forma obyetifikasi entitas-entitas aktual satu terhadap yang lain, sifat komposit sebuah entitas aktual (y.i., substansi), pengertian daya yang membentuk bahan pokok dalam entitas aktual (substansi)”.
e.         Whitehead dan David Hume
Whitehead mengakui bahwa filsafatnya memberi tempat besar bagi eksposisi Hume dan Kant. Hal ini jelas dalam analisisnya mengenai entitas aktual. Baginya terdapat dua sifat penting dalam sebuah entitas aktual, yaitu atomisme dan proses. Keduanya mirip dengan pengertian Hume mengenai impresi-impresi tunggal dan pengulangan. Hume menekankan bahwa setiap impresi adalah eksistensi terpisah. Dalam Appendix Treatise, Hume menyatakan bahwa semua ide datang dari persepsi sebelumnya dan bahwa “semua persepsi terpilah kita merupakan eksistensi-eksistensi terpisah”, dan bahwa “budi tidak pernah mempersepsi hubungan riil apapun diantara eksistensi-eksistensi terpisah tersebut”. Bagi Hume sensasi dapat dianalisis dengan sifat-sifat universal dan realisasinya dalam budi yang menangkapnya. Whitehead melihat bahwa deskripsi Hume mengenai impresi-impresi sensasi mirip dengan deskripsinya mengenai penangkapan-penangkapan terhadap eksisten-eksisten partikular yang menampilkan sifat-sifat universal.
Penerimaan Whitehead terhadap atomisme Hume terbatas pada uraiannya mengenai entitas-entitas aktual yang bersamaan waktunya. Menurutnya sejauh entitas-entitas aktual bersamaan waktu, mereka tidak saling mempengaruhi. Tidak ada hubungan kasual antara mereka. Dunia saat ini kenyataannya terbagi-bagi dan bersifat atomik, merupakan multiplisitas dari entitas-entitas aktual tertentu. Atomisme harus dibatasi pada entitas-entitas aktual yang kontemporer karena entitas-entitas aktual secara internal dihubungkan dengan entitas-entitas aktual masa lampau yang berfungsi sebagai sebab efisien dan secara internal dihubungkan dengan entitas-entitas aktual berikutnya yang menyesuaikan diri dengan mereka. Maka bagi Whitehead atomisme tidak mengeksklusifkan kompleksitas dan relativitas universal. Setiap atom merupakan sistem semua benda. Maksud Whitehead adalah bahwa kontinuitas menyangkut hal yang potensial, sedangkan aktualitas bersifat atomik mutlak. Entitas-entitas aktual yang telah mencapai kepuasan berfungsi sebagi data dan oleh karenanya tidak bersifat atomik.[16]
Hal kedua yang menunjukkan hubungan erat antara Whitehead dan Hume adalah penjelasannya mengenai proses, menurut Whitehead penjelasan Hume mengenai proses jelas dalam doktrinnya mengenai jiwa atau budi. Bagi Hume daya kreatifitas budi tidak lain hanyalah kemampuan untuk melipatgandakan, mengubah, menambah, atau mengurangi bahan-bahan yang diberikan kepada kita oleh indra dan pengalaman.[17] Ide-ide adalah hasil dari proses mengalirnya tahap-tahap yang berbeda, dari impresi-impresi sensasi, ke ide-ide yang ditarik dari impresi-impresi itu, ke ide-ide refleksi, dan akhirnya ke ide-ide impresi dari refleksi.[18]
f.          Whitehead dan Immanuel Kant
Menurut Kant, pengetahuan merupakan hasil proses sisntesis antara fakultas inderawi dan akal. Obyek indera sebagai data pengalaman, merangsang indera yang bersifat pasif. Data pengalaman disintesiskan melalui forma-forma intuisi inderawi untuk menghasilkan keragaman representasi data. Keragaman representasi ini selanjutnya harus disintesiskan melalui kategori-kategori akal untuk membentuk pengetahuan mengenai sebuah obyek. Maka obyek yang diketahui merupakan sintesis dari keragaman representasi, dengan begitu obyek sejauh menyatakan diri melalui data pengalaman yang merangsang indera diketahui. Pengetahuan mengenai obyek diperoleh melalui proses sintesis yang melibatkan kegiatan-kegiatan:[19]
1)   Obyek yang merangsang indera melalui data pengalaman
2)   Fakultas inderawi yang menghasilkan keragaman representasi dengan mensintesiskan data pengalaman melalui forma-forma intuisi inderawi
3)   Fakultas akal yang mensintesiskan keragaman representasi melalui kategori akal.
Whitehead sepenuhnya setuju dengan Kant bahwa pengalaman secara esensial adalah suatu proses dan jelaslah bahwa filsafat organismenya menerima sebagian besar filsafat Kant. Namun ada perbedaan, fokus teori Kant adalah ruang lingkup sempit pengetahuan manusia yang didasarkan pada pengalaman inderawi, sementara Whitehead bertujuan mengartikan pengalaman dalam arti seluas-luasnya.[20] Bagi Kant pengalaman berarti pengalaman inderawi, bagi Whitehead pengalaman pada umumnya menyangkut semua hal yang terlibat dalam terlahirkannya suatu entitas baru. Whitehead membalik proses yang ditemukan dalam uraian Kant mengenai pengetahuan. Kant berpendapat bahwa dunia obyektif merupakan produk dari konstruksi akal dengan menggunakan kategori-kategorinya, Whitehead berpendapat bahwa dunia obyektif merupakan produk dari proses dunia obyektif. Proses Kant berakhir dalam konstruksi pengetahuan mengenai obyek, proses Whitehead menghasilkan munculnya subyek.
Adapun prinsip-prinsip yang membimbing proses pengetahuan dalam filsafat Kant adalah kategori-kategori akal, prinsip-prinsip yang membimbing proses entitas aktual dalam filsafat Whitehead adalah citra diri (subjective aim). Sebagaimana proses dalam uraian Kant mengenai pengetahuan bergerak melalui tahap-tahap yang berbeda, yang dalam setiap tahapnya terdapat kegiatan sintesis, demikian juga dalam uraian Whitehead mengenai entitas aktual juga terdiri dari tahap-tahap brbeda, yang dalam setiap tahapnya terdapat kegiatan sintesis.[21]
4.        Pemikiran Alfred North Whitehead Tentang Konsep Filsafat Proses
a.      Metafisika
Whitehead memahami filsafatnya sebagai metafisika. Baginya tugas metafisika adalah “to frame a coherent, logical, necessary system of general ideas in terms of which every element of our experience can be interpreted” (menyusun sebuah sistem yang koheren, logis dan perlu dari sejumlah gagasan-gagasan umum, yang dapat dipakai sebagai kerangka untuk menjelaskan semua unsur pengalaman kita). Sifat yang logis dan koheren membentuk sisi rasional dari metafisika. Prinsip-prinsip metafisika harus dapat ditempatkan dalam sebuah sistem yang logis dan tidak kontradiktif dalam dirinya sendiri.[22]
Kerangka metafisika Whitehead yaitu subyek yang bersangkutan akan melihat sendiri sebagai bagian utuh dari seluruh universum yang berada dalam proses. Sebuah sistem metafisika harus juga koheren dan bersifat penting. Dia harus berangkat dari dunia pengalaman dan dipakai lagi untuk menilai dan mengatur pengalaman. Untuk dapat menfasirkan pengalaman secara adekuat, metafisika harus berangkat dari evidensi dan data-data yang ditangkap intuisi dalam pertemuan dengan dunia. Dalam intuisi seperti ini akan diperoleh prinsip-prinsip umum yang harus selalu diperhatikan dan diperlakukan sebagai abstraksi. Satu sistem metafisika adalah generalisasi satu pengalaman konkret berdasarkan intuisi, dan memperoleh kebenaran kalau dapat dipakai untuk menjelaskan semua elemen pengalaman yang konkret. Ini tidak berarti bahwa sebuah sistem metafisika harus menampung dan membicarakan semua elemen pengalaman secara mendetail. Metafisika hanya mengenal prinsip-prinsip umum. Pengalaman adalah kasus nyata dari prinsip yang akan menegaskan prinsip tersebut.[23]
Whitehead secara komprehensif menguraikan filsafat prosesnya adalah Process and Reality. An Essay In Cosmology (Proses dan Realitas. Sebuah Esai Kosmologi, 1929). Judul kecil buku ini An Essay In Cosmology menekankan sifat kosmis universal dari obyek bahasanya. Di sini Whitehead mengembangkan suatu sistem kategori metafisik yang dipakainya untuk menginterpretasikan setiap fenomena tunggal mandiri dari realitas dalam saling keterkaitannya dengan totalitas realitas itu sendiri.[24]
Whitehead memulai filsafatnya dengan memperhatikan dunia dan menilai tinggi pengalaman. Dunia pengalaman menunjukkan bahwa perubahan dan kesetiaan/ketetapan merupakan fenomena-fenomena inhern dalam dunia. Ada entitas yang tetap membutuhkan perubahan untuk menyempurnakan dirinya, dan ada entitas yang berubah yang demikian kesempurnaannya bergantung pada yang tetap. Whitehead menemukan pengertian proses. Seluruh universum adalah sebuah proses dan proses tidak lain dari ikhwal dari segala sesuatu yang ada adalah proses, dan semua proses adalah yang ada. Berada berarti menjadi, berada dalam proses. Yang ada hanyalah yang menjadi, dan bukannya yang ada dan yang menjadi. Menjadi, berada dalam proses tidak ditambahkan pada sesuatu yang sudah ada, karena sejauh sesuatu itu ada, dia ada. Kalau demikian, yang dimaksud dengan proses bukan lagi suatu sifat dari sesuatu yang ada, melainkan wujud terdalamnya. Menjadi bukan hanya berarti berubah, karena berubah berarti pengadaan sebuah kualifikasi baru bagi sebuah substansi yang sudah ada atau peniadaannya. Tetapi apabila dikatakan, bahwa segala yang ada menjadi, maka itu berarti segala sesuatu berada dalam proses, melaluinya sesuatu muncul sebagai dirinya sendiri.[25]
Kategori sentral kosmologi Whitehead adalah “proses” paham ini menggantikan paham substansi yang dalam filsafat tradisional dipahami sebagai hakikat ajeg dan tidak berubah dari realitas. Bagi Whitehead, realitas jagad raya ini ternyata terdiri satuan-satuan aktual (actual entities atau actual occasions) yakni kenyataan dasar yang membentuk segala sesuatu.
Ada beberapa prinsip universal yang dikemukakan Whitehead. Dua diantaranya adalah yang terkenal, yaitu prinsip proses dan prinsip kreativitas. Prinsip proses dibedakan menjadi dua yakni (1) prinsip proses yang bersifat mikroskopis atau sebagai prinsip konkresi (principle of concrescense), prinsip ini merupakan asas yang memungkinkan terjadinya proses lahirnya satu wujud aktual lama yang sudah mencapai kepenuhan diri (2) prinsip bagi proses yang bersifat makroskopis atau proses “obyektifikasi” adalah prinsip yang memungkinkan perubahan dari satuan aktual yang sudah mencapai kepenuhan adanya proses menjadi datum lagi bagi munculnya satuan aktual yang baru. Prinsip kreativitas adalah prinsip yang mendasari proses konkresi yang telah disebut di atas. Prinsip kreativitas bisa dikatakan sebagai prinsip kebaruan (novelty), sebab berkat dayanya dilahirkan satu satuan aktual baru lagi dan lagi. Prinsip ini merupakan daya dinamis di alam semesta yang memungkinkan terjadinya proses perubahan terus menerus. Adanya prinsip kreativitas disimpulkan secara logis berdasarkan analisis atas satuan aktual sebagai wujud ciptaannya. Satuan aktual itu “ada” dan berproses sebab ia digerakkan oleh prinsip kreativitas itu.[26]
b.      Paham Tuhan dalam Filsafat Proses
1.    Aspek Awali (the primodial nature of God)
Aspek awali Allah memuat dua peran Allah sekaligus, yakni (1) sebagai dasar awali untuk adanya tatanan (the primodial ground of order) dalam seluruh jagad raya, (2) sebagai dasar untuk munculnya kebaruan (the ground of novelty) dalam perwujudan suatu peristiwa atau satuan aktual. Kedua peran Allah baik (1) maupun (2) menyatu dalam fungsi Allah sebagai prinsip konkresi (the principle of concrescense) yang memunculkan wujud baru. Aspek awali dan fungsi-Nya sebagai prinsip konkresi, Allah merupakan perwujudan perdana dan bersifat non temporal dari apa yang telah disebut sebagai prinsip kreativitas, yakni prinsip dasariah yang memungkinkan terjadinya proses tanpa henti dalam jagad raya. Allah menurut Whitehead “sudah memikirkan sebelumnya segala kemungkinan bentuk-bentuk hubungan Allah yang teratur dari segala peristiwa yang mungkin terwujud dan sekaligus menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru tetap terbuka atau memberi kebebasan bagi kreasi diri suatu wujud aktual.[27]
Whitehead mengatakan bahwa Allah memberi wujud konseptual pada apa yang disebutnya sebagai obyek-obyek abadi (eternal object), yaitu berbagai kemungkinan murni yang akan menjadi prinsip pembentuk setiap wujud aktual. Dilihat dari wujud-wujud aktual, wujud konseptual rancangan Allah ini berfungsi sekaligus sebagai tujuan subyektif (subjective aims) mereka dalam merealisasikan dirinya. Artinya Allah menurut Whitehead, Allah memang memberi struktur dan kerangka umum bagi perwujudan diri setiap wujud aktual agar ia mencapai kepenuhan dirinya, namun pada saat yang sama juga ia memberi kesempatan, ya kebebasan pada masing-masing wujud aktual untuk memberi isi konkret pada struktur atau kerangka umum rancangan Allah itu. Kreasi diri setiap wujud aktual untuk mencapai kepenuhan tetap dihormati dan mendapat tempat.[28]
2.    Aspek Akhiri (the consequent nature of God)
Jika aspek awali Allah memuat dua peran, Allah sebagai pendasar (1) bagi tatanan alam semesta dan (2) bagi munculnya kebaruan di sana, maka aspek akhiri memuat peran Allah yang ke- (3) yakni sebeagi penyerta yang tanggap dan menyelamatkan. Dalam aspek ini Allah merangkum segala macam hasil proses perwujudan berbagai satuan aktual dalam dunia, sekaligus ia dipengaruhi dan digerakkan oleh berbagai peristiwa yang terjadi di sana. Jika pengisian secara konkret Allah berdasarkan aspek awali-Nya amat tergantung pada pelaksanaan kebebasan setiap wujus aktual dalam mewujudkan dirinya, maka berdasarkan aspek akhiri-Nya, Allah mampu memperhitungkan segala sesuatu yang dibuat oleh satuan aktual apapun.
Bentuk “perhitungan” Allah dalam aspek akhiri-Nya ini terdiri dari tindakan Allah yang melakukan pengadilan yang menyelamatkan dunia. Whitehead berpendirian bahwa pada akhirnya Allah akan mampu menyelamatkan apa yang masih dapat diselamatkan dari kehancuran total, seandainya saja setiap satuan aktual (manusia) dalam kebebasannya menentukan dirinya secara desktruktif melawan struktur atau kerangka umum rancangan Allah. Whitehead menyebut Allah sebagai “the gerat companion the fellow suferer who understands” (Sang Sahabat Agung-Rekan Sependeritaan yang memahami) : The consequent nature of God is his judgment on the world. He save the world as it passes into the immediary of his own life. It is the judgment of a tenderness wjich loses nothing that can be saved. It is also the judgment of wisdom which uses what in the temporal world is mere wreckage.[29]
Menurut pemikiran Whitehead terdapat hubungan saling mempengaruhi antara Allah dan berbagai peristiwa dunia sebagai penentuan diri wujud-wujud aktual. Artinya dalam pemikiran metafisika Whitehead, seperti entitas lain Tuhan pun ber-“proses” tetapi bukan Tuhan pada diri-Nya sendiri yang transendental melainkan Tuhan dalam relasi-Nya dengan dunia (manusia). Antara Tuhan dan dunia ada hubungan kesalingtergantungan dan timbal balik. Namun hubungan timbal balik itu tidak sepenuhnya simetris. Dalam aspek akhirinya Allah memang dipengaruhi oleh dunia namun ia abadi dan tidak punah. Allah memang terlibat dalam sejarah, namun ia tidak secara total tenggelam dalam ruang waktu. Berbagai peristiwa di dunia memang membuat perbedaan atau berpengaruh pada Allah, namun rencana umum dan rancangan kehendak-Nya tinggal tetap dan tidak berubah. Maka pada akhirnya, dilihat secara menyeluruh; rencana Allah tetap bisa dijalankan kendati berbagai penentuan diri setiap wujud aktual.[30]
Bagi Whitehead, Allah menampakkan dirinya sebagai “Pujangga Dunia” (the poet of world), Allah mewujudnyatakan “visi mengenai kebenaran, keindahan, dan kebaikan” dengan secara sabar membimbing, menyertai, dan berpartisipasi pada peristiwa-peristiwa dunia, melampaui batas-batas pencerapan netra dan pemahaman akal budi melulu, untuk pada akhirnya menciptakan keselarasan antara proses-proses riil dunia fana ini dengan konsep dasariah dan kehendak-Nya tentang dunia.
Whitehead berusaha untuk membangun hubungan yang seimbang antara Tuhan dan dunia. Dibandingkan dengan pandangan Hegel, pemikiran Whitehead mengenai Tuhan yang mau melakukan “pengubahan beberapa ajaran pokok filsafat idealisme absolut (misalnya filsafat Hegel) di atas dasar yang realistis” (Process and Reality, 1960, viii, seperti dikutip Küng, 209) lebih bersifat paenenteistik daripada panteistik atau monoteistik. Kalau panteisme tidak membedakan hakikat Allah dari hakikat alam dunia, sedangkan monoteisme sebaliknya membuat pemisahan tegas antara Tuhan dan makhluk ciptaan-Nya Whitehead mau menggabungkan kedua pandangan itu dengan mengintroduksi paham “aspek akhiri Tuhan” sebagai imanensi-Nya, maupun paham “aspek awali Tuhan” sebagai transendensi Allah. Untuk menyusun pandangan ini Whitehead memakai strategi yang mampu menghubungkan metode ilmu pengetahuan alam dan ilmu kemanusiaan, filsafatnya merupakan titik pertemuan dari berbagai disiplin ilmu mulai teologi hingga lewat ilmu fisika, biologi dan ekologi.[31]
KESIMPULAN
Alfred North Whitehead lahir15 Februari 1861 di Ramsgate, Kent, Inggris, dibesarkan dalam lingkungan keluarga guru dan pendeta. Hasil karya, buku pertama Universal Algebra (1898). Tahun 1905 “On Mathematical Concepts of the Maoms of Projective Geometry (1906). Dan The Axiom of Descriptive Geometry (1907). Tahun 1910 Principia mathematica (dikerjakan dengan Bertrand Russell) Tahun 1914,“La Theorie Relationiste de l’ Espace”, “The Organisation of Thought”. An Enquiry Concerning The Principles of Natural Knowledge (1919), The Concept of Nature (1920), dan The Principle of Relativity (1922). Tahun 1925, Science and the Modern World. Tahun 1926, Religion in the Making. Tahun 1927, Symbolism, Its Meaning and Effect. Karya terbesar Process and Reality tahun 1929. Pemikirannya dipengaruhi oleh Plato, Aristoteles, Rene Descartes, John Locke, David Hume, Immanuel Kant. Pemikiran Alfred North Whitehead tentang konsep filsafat proses, adanya konsep metafisika dan konsep tentang Paham Tuhan dalam filsafat Proses ada dua yaitu aspek awali (the primodial nature of God) dan aspek akhiri (the consequent nature of God).
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Hardono, Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead, Yogyakarta : Kanisius, 1996.
Kleden, Paulus Budi, Dialog Antar Agama Dalam Terang Filsafat Proses Alfred North Withehead, Maumere : Ladero, 2002.
L. Tjahjadi,  Simon Petrus, Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan : Dari Descartes Sampai Whitehead, Yogyakarta : Kanisius, 2007.Paskal, Paskalis Belawan, Whitehead dan Pemikirannya dalam http://mualang.wordpress.com  diakses pada 22 Oktober 2014 pukul 19.58 WIB.
Prasetyo, Hery Dwi, Tuhan, Agama dan Filsafat “Proses” Dalam Pemikiran Alfred North Whitehead, dalam http://catatanhery.wordpress.com diakses pada 05 Oktober 2014 pukul 09.34 WIB.








[1] Ali Maksum, Pengantar Filsafat : Dari Klasik Hingga Postmodernisme, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012),hal. 14-15.
[2] Ibid, hal. 15.
[3] Paskalis Belawan Paskal, Whitehead dan Pemikirannya dalam http://mualang.wordpress.com  diakses pada 22 Oktober 2014 pukul 19.58 WIB.
[4] Simon Petrus L. Tjahjadi,  Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan : Dari Descartes Sampai Whitehead, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), hal. 129.
[5] Ibid, hal.129-131.

[6] Hery Dwi Prasetyo, Tuhan, Agama dan Filsafat “Proses” Dalam Pemikiran Alfred North Whitehead, dalam http://catatanhery.wordpress.com diakses pada 05 Oktober 2014 pukul 09.34 WIB.

[7]  Hardono Hadi, Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead, (Yogyakarta : Kanisius, 1996), hal.43.
[8] Ibid, hal. 44.
[9] Ibid, hal. 45.
[10] Ivor Leclerc, Whitehead`s Metaphysics : An Introructory Expsition, New York : The Humanities Press, 1965.
[11] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 46-48.
[12] “Konkresi” merupakan terjemahan dari “concrescence” yang berarti peristiwa menyatunya usnur-unsur untuk menghasilkan peristiwa lain.
[13] “Misalnya dalam persepsi mengenai sebuah batu dalam waktu yang sama, individualitas terpisah dari setiap entitas aktual di dalam nexus yang membentuk batu itu disatukan dalam kesatuan kepenuhan ekstensif, yang bagi Descartes dan pendapat umum disebut batu.”
[14] “Prehensi” bagi Whitehead berarti penangkapan unsur luar untuk dijadikan unsur pembentuk diri penangkapnya. Prehensi positif disebut rasa (feeling), sedangkan prehensi negatif berarti peyingkiran.
[15] John Locke, Concering Human Understanding, ed. Peter H. Nidditch, (Oxfored : Clarendon Press, 1987), hal II, XXI, 1-3.
[16] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 51-53.
[17] David Hume, Equiries Concering Human Understanding And Concerning The Principle of Morals, (Oxford : Clarendon, 1975), hal. 19.
[18] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 53.
[19] Ibid, hal. 53-54.
[20] Yang dimaksud dengan “pengalaman” manusiawi oleh Whitehead adalah segala sesuatu yang kita sadari, misalnya dengan menikmatinya, mempersepsinya, menginginkannya, atau memikirkannya (Precess and Reality, hal. 3).
[21] Hardono Hadi, Jati Diri Manusia..., hal. 54-55.
[22] Paulus Budi Kleden, Dialog Antar Agama Dalam Terang Filsafat Proses Alfred North Withehead, (Maumere : Ladero, 2002), hal.108.
[23] Ibid, hal. 109.
[24] Simon Petrus L. Tjahjadi,  Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 131.
[25] Paulus Budi Kleden, Dialog Antar Agama..., hal. 18.
[26] Simon Petrus L. Tjahjadi,  Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 131-132,
[27] Demikian deskripsi J. Sudarminta, SJ, dalam “Model Pemahaman Tentang Allah Dalam Filsafat Proses” dalam Budi Susanto (ed.), Teologi dan Praksis Komunitas Postmodern, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), hal. 197.
[28] Simon Petrus L. Tjahjadi,  Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 134.
[29] Whitehead, Procees And Reality, (New York, 1979, 351), seperti dikutip J. Sudarminta (1994), 138.
[30] Simon Petrus L. Tjahjadi,  Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 135.
[31] Simon Petrus L. Tjahjadi,  Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan..., hal. 136.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar