PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam sebagai agama langit yang diturunkan oleh Allah swt
kepada manusia untuk dijadikan pedoman dalam hidup (way of life) dalam
segala aspek kehidupan baik dari segi keimanan, ibadah, akhlak, muamalah, dan
pergaulan sesama manusia (hubungan dengan orang tua, guru, orang yang lebih tua
dan lebih muda, serta terhadap lawan jenis), juga tatanan aturan terhadap alam
materi yang ada di dunia ini.
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan bukanlah tanpa
tujuan. Kedua jenis kelamin inilah Allah menyandarkan keberlangsungan jenis
manusia.[1] Dalam firman-Nya surat An-Nisa` ayat 1:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6Ï%u ÇÊÈ
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya,[2]
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,[3]
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.
Makalah ini akan membahas
tentang hubungan laki-laki dan perempuan sebelum menikah atau istilahnya
pacaran, dampak pacaran dan bagaimana Islam mengatur tentang hubungan laki-laki
dan perempuan sebelum menikah.
PEMBAHASAN
A.
Pandangan umumnya tentang pacaran (hubungan laki-laki dan
perempuan sebelum menikah)
Pengertian pacaran berasal dari kata pacar yang ditambahi
imbuhan – an yang memiliki arti sukaan atau kehendak. Sukaan maksudnya adalah
suatu yang disukai, sedangkan kehendak maksudnya adalah orang yang disukai
(diajak zina).[4]
Adapun pengertian pacaran menurut beberapa orang itu
sangat berbeda. Pengertian pacaran secara maknawi memiliki pengertian
berbeda-beda. Pengertian pacaran berdasarkan penelitian terhadap mahasiswa
Fakultas Syari`ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008 sebagai
berikut:[5]
Tabel. 1 Pengertian Pacaran
Pengertian Pacaran
|
Jumlah
|
Presentase
|
Interaksi antara
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim yang didasari rasa cinta
|
39
|
39%
|
Suatu proses untuk
mengenal pasangan masing-masing
|
28
|
28%
|
Aktifitas untuk mengadu
kasih dan insan yang berbeda jenis
|
21
|
21%
|
Suatu tahap untuk
melangsungkan perkawinan
|
12
|
12%
|
Jumlah
|
100
|
100%
|
Beberapa pemaknaan tentang pacaran berdasarkan tabel di
atas dapat dipaparkan sebagai berikut:
Ø Pacaran adalah ineteraksi antara laki-laki dan perempuan
sebelum adanya pernikahan yang didasari rasa cinta. Banyak orang pacaran karena
gengsi sesama atau hanya ikut-ikutan teman saja. Adakalanya seseorang memiliki
perasaan cinta terhadap orang lain tetapi tidak lantas mereka dikatakan pacaran
seperti cinta seseorang saudara, sahabat, cinta orang tua pada anaknya dan
sebaliknya.
Ø Pacaran adalah mencari dan mengenal lebih jauh
pasangannya. Karena apabila sudah saling kenal satu sama lain, maka diharapkan
nanti dalam berumah tangga akan bahagia.[6]
Ø Pacaran adalah aktivitas dua insan untuk memadu kasih
yang berbeda jenis kelamin, dari pengertian ini memunculkan istilah kencan atau
pergi bareng antara laki-laki dan perempuan.[7]
Ø Pacaran adalah suatu tahapan untuk melangsungkan
perkawinan. Definisi disini adalah sepasang kekasih yang sudah siap lahir dan
batin untuk menuju keseriusan dalam melangsungkan ke jenjang pernikahan.[8]
Ada beberapa hal yang menjadi sebab-sebab yang menjadikan
seseorang melakukan pacaran, diantara penyebab itu dapat dipaparkan sebagai
berikut:[9]
Tabel. 2 Penyebab Pacaran
Penyebab Pacaran
|
Jumlah
|
Persentase
|
Karena dorongan syahwat
|
19
|
19%
|
Sang pacar bisa
dijadikan tempat untuk sandaran curhat
|
27
|
27%
|
Gengsi dibilang jomblo
|
7
|
7%
|
Cinta
|
43
|
43%
|
Ikut-ikutan teman
|
4
|
4%
|
Jumlah
|
100
|
100%
|
Adapun perilaku pacaran, secara tahapan-tahapannya dengan:
pertama, PDKT (pendekatan) dalam tahapan ini seseorang yang inging
menjadi pacar seseorang maka ia memberikan perhatian, umumnya ini dilakukan
kepada perempuan yang menjadi target untuk dijadikan pacar seorang laki-laki
yang mengincar perempuan tersebut. Selain perhatian, hal lain yang dilakukan
adalah sering bertemu satu sama lain. Kedua, menembak artinya pada
tahapan ini umumnya laki-laki menyatakan perasaannya kepada perempuan yang
menjadi targetnya. Ketiga, pacaran itu sendiri, ketika ada pihak yang
menyatakan perasaan, kemudian perasaan itu diterima maka terjadilah apa yang
disebut pacaran.
B.
Dampak dari pacaran (hubungan laki-laki dan perempuan
sebelum menikah)
Dampak pacaran tentu berbeda antara satu dengan yang
lain, tergantung dari motivasi dari penyebab pacaran itu sendiri. Sebab dari
penelitian yang dilakukan oleh Bambang Haryono pada 100 sampel pada mahasiswa
fakultas Syari`ah tahun 2008 dengan rincian sampel (jurusan Al-Akhwal
Asy-Syakhsiyah, Jinayah Syakhsiyah, Perbandingan Madzab dan Hukum, Keuangan
Islam, dan Mu`amalat). Mendapatkan kesimpulan bahwa perilaku pacaran mahasiswa
syari`ah UIN Sunan Kalijaga sudah terpengaruh budaya barat, yang mana perilaku
pacaran karena nafsu syahwat (khalwat, ciuman, berpegangan, berpelukan, pegang
kemaluan pacar, dan sampai bersenggama). Namun tidak semua mahasiswa sama dalam
perilaku pacaran, karena tujuan yang berbeda misalnya tujuannya untuk mengenal
lebih jauh pasangan untuk melangsungkan pernikahan dan tanpa disertai nafsu syahwat.[10]
Perilaku pacaran yang berlebihan dapat menjadikan
akibat-akibat yang kurang baik diantaranya terjadinya kehamilan di luar
pernikahan, rusaknya tatanan moral, menjadi beban psikis maupun beban materi
bagi masing-masing sebab pacaran adalah hubungan tidak sah secara hukum Islam.
Banyak kejadian anak yang lahir di luar pernikahan,
sehingga anak tersebut tidak mempunyai status yang sah. Akibatnya banyak anak
yang lahir tidak jelas nasabnya, karena bapak biologisnya tidak diakui secara
hukum, sehingga status anak tersebut adalah anak seorang ibu. Kejadian seperti
itu umum terjadi zaman sekarang ini. Anak yang lahir teresbut biasanya anak
yang lahir akibat perbuatan zina (perilaku pacaran yang kebablasan) dan anak
yang lahir akibat ibunya adalah korban perkosaan.[11]
Selain itu pergaulan bebas yang dilakukan tanpa ada
hubungan pernikahan yang menyebabkan kehamilan di luar pernikahan akan
menimbulkan perbuatan aborsi (aborsi provocatus criminalis), yaitu
pengguguran yang dilakukan tanpa indikasi medis untuk meniadakan hasil hubungan
seks diluar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.[12] Biasanya tindakan tersebut terdorong oleh motivasi moral
yang muncul bila perempuan yang hamil tidak sanggup menerima sanksi sosial dari
masyarakat terhadap kehamilannya yang disebabkan oleh hubungan biologis yang
tidak memperhatikan moral dan agama, seperti kumpul kebo atau kehamilan di luar
nikah.[13]
Adapun kasus-kasus aborsi yang dapat menimbulkan efek
negatif, kendati dilakukan oleh ahli medis, sedangkan yang dilakukan oleh
selain ahli medis akan lebih berbahaya lagi. Pengguguran kandungan (aborsi)
dapat menimbulkan gangguan psikis. Hal ini terjadi ketika alat untuk
memperlebar mulut rahim (uterus) dimasukkan, atau setelah tembusnya vagina dan
dinding rahim. Kadang-kadang terjadi setelah cairan hidrolik yang berbeda
dimasukkan. Aborsi juga dapat disertai pendarahan sebagai akibat dari
penggunaan obat-obatan dan alat-alat.[14]
C.
Islam dalam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan
sebelum menikah
Dalam pergaulan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat,
terutama antar muda-mudi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
khusus, disamping kententuan umum tentang hubungan bermasyarakat yang lainnya yaitu:
tentang mengucapkan salam dan menjawab, berjabat tangan dan khalwat.[15]
1.
Mengucapkan Salam dan
Menjawab Salam
Islam mengajarkan kepada
sesama muslim untuk saling bertukar salam apabila bertemu (QS. An-Nisa` ayat
86) atau bertamu (An-Nur ayat 27) supaya rasa kasih sayang sesama dapat selalau
terpupuk dengan baik.
Adapun tata cara
ketentuannya adalah sebagai berikut: 1) salam yang diudcapkan minimal adalah assalamu`alaikum,
2) mengucapkan salam hukumnya sunnah tetapi menjawabnya wajib, minimal dengan
salam yang seimbang, 3) bila bertamu yang mengucapkan salam terlebih dahulu
adalah yang bertamu, 4) salam tidak hanya diucapkan waktu saling bertemu tetapi
juga tatkala mau berpisah, 5) jika dalam rombongan baik yang mengucapkan maupun
yang menjawab boleh hanya seorang dari anggota rombongan tersebbut, 6) Rasulullah
melarang orang Islam mengucapkan dan menjawab salam Ahlul Kitab (Yahudi dan
Nasrani), 7) laki-laki boleh mengucapkan salam kepada perempuan dan begitu juga
sebaliknya.[16]
Salam yang diajarkan oleh Islam
adalah salam yang bernilai tinggi, universal dan tidak terikat dengan waktu.
Bernilai tinggi karena mengandung doa untuk mendapatkan keselamatan, rahmat dan
berkah dari Allah swt. Universal karena berlaku untuk seluruh umat Islam dimana
saja tanpa mengenal perbedaan bangsa, bahasa dan warna kulit.[17]
2.
Berjabat Tangan
Rasulullah saw mengajarkan
bahwa untuk menyempurnakan salam dan menguatkan tali ukhuwah Islamiyah,
sebaiknya ucapan salam diikuti dengan berjabat tangan, tentu jika memungkinkan.
Berjabat tangan haruslah
dilakukan dengan penuh keikhlasan yang tercermin dari cara bersalaman.
Rasulullah mengajarkan kalau berjabat tangan seseorang harus dengan penuh
perhatian, keramahan dan muka yang manis. Pandanglah muka orang yang disalami,
jangan bersalaman sambil memandang obyek lain, karena sikap demikian akan
menimbulkan perasaan tidak dihargai. Bisa-bisa yang disalami akan tersingung.
Juga jangan menarik tangan dengan cepat dan tergesa-gesa yang mengesankan kita
berjabatan tangan tidak dengan segala senang hati tapi karena terpaksa keadaan
atau dengan perasaan yang berat.[18]
Anjuran untuk berjabat
tangan tidak berlaku antar laki-laki dan perempuan kecuali antara isteri atau
antara seseorang dengan mahramnya. Dalam membaiat perempuan muslimah,
Rasulullah saw, tidak pernah menjabat tangan mereka, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Umaimah binti Ruqaiqah dan Aisyah ra dalam dua riwayat yang
terpisah:
“Diriwayatkan
dari Umaimah binti Ruqaiqah, dia berkata: ‘Saya pernah menghadap Rasulullah saw
dalam satu delegasi kaum wanita untuk berbai`at. Beliau berkata kepada kami:
‘sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kalian semua (menjalankan bai`at
tersebut). Sesungguhnya saya sama sekali tidak menyalami perempuan (yang bukan
mahram dan bukan pula isteri).”
(HR. Amad, Ibn Majah dan Nasa`i).
3.
Larangan Khalwat
Hal yang sangat penting dalam pergaulan
laki-laki dan perempuan, terutama antar muda-mudi adalah masalah pertemuan
antara laki-laki dan perempuan terutama pertemuan-pertemuan pribadi. Rasulullah
melarang laki-laki dan perempuan berkhalwat baik ditempat umum apalagi
ditempat sepi.
Yang dimaksud dengan khalwat
adalah berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang tidak mempunyai
hubungan suami isteri dan tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga.[19] Termasuk khalwat berdua-duaan di tempat umum yang
antara mereka dengan pasangan itu saling tidak kenal mengenal atau saling kenal
tetapi tidak punya kepedulian, atau tidak punya kontak komunikasi sama sekali,
sekalipun berada dalam area yang sama, seperti di pantai, pasar, restoran,
apalagi bisokop dan tempat-tempat hiburan tertutup lainnya.
Rasulullah saw melarang
berkhalwat, karena ada bahaya. Dalam hadis yang melarang berkhalwat
Rasulullah menyebutkan bahwa syaitan akan menjadi oknum ketiga, Beliau
bersabda:
“Jauhilah berkhalwat
dengan wanita. Demi Allah yang diriku berada dalam gengaman-Nya, tidaklah
berkhalwat seorang laki-laki dengan seorang wanita kecuali syaitan akan masuk
diantara keduanya.” (HR. Thabrani).
Syaitan akan selalu
mencari peluang dan memanfaatkan segala kesempatan untuk menjerumuskan anak
cucu Nabi Adam as. Kalau dua manusia lawan jenis yang secara fitrah saling
memiliki ketertarikan seksual itu lupa dengan Allah, tidak akan ada lagi yang
mengingatkannya. Tapi kalau bersama-sama (tidak hanya berdua) bila ada dua
lawan jenis yang lupa dengan Allah, masih ada yang mengingatkannya. Atau dengan
kata lain, kalau tidak akan malu kepada Allah, minimal malu kepada sesama
manusia. Rasa malu itulah yang akan mencegahnya dari perbuatan keji dan
mungkar. Dalam banyak kasus muda-mudi bahkan yang tua sekalipun mudah sekali
jatuh dalam perzinaan apabila sudah berdua-duaan, tidak hanya di rumah-rumah
bahkan juga di tempat-tempat umum seperti tempat rekreasi. Jadi larangan berkhalwat
adalah tindakan pencegahan supaya tidak terjatuh ke lembah dosa yang lebih
dalam lagi.[20]
Dalam hadis lain
Rasulullah menjelasakan bahwa zina akan masuk lewat bermacam-macam pintu.
Melalui pandangan mata, pendengaran, pembicaraan, rabaan tangan dan ayunan
kaki. Artinya semua oragan tubuh itu, kalau tidak dijaga dengan baik apalagi
disalahgunakan, akan menjadi pintu efektif untuk memasuki kawasan perzinaan.
Beliau bersabda:
“Sudah menjadi suratan
nasib manusia itu senantiasa dibayangi oleh zina dan diapun pasti menyadari hal
yang demikian itu; dua mata, zinanya adalah pandangan; dua telinga, zinanya
adalah pendengaran; lidah, zinanya adalah pembicaraan; tangan, zinanya adalah berpegangan;
dan kaki, zinanya adalah melangkah. Dan barinpun mulai bergejolak dan
berkhayal. Akhirnya naluri seksualnya pun terpengaruh auntuk menerima atau
menolak.” (HR. Muttafaqun`alaih).
Dalam surat An-Nur ayat 30-31 Allah swt
memberikan peringatan khusus mengenai pandangan, yaitu dalam melihat lawan
jenis tidak melepaskan pandangan begitu saja tanpa kendali.
@è% úüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 (#qÒäót ô`ÏB ôMÏdÌ»|Áö/r& (#qÝàxÿøtsur óOßgy_rãèù 4 y7Ï9ºs 4s1ør& öNçlm; 3 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqãèoYóÁt ÇÌÉÈ @è%ur ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøót ô`ÏB £`ÏdÌ»|Áö/r& z`ôàxÿøtsur £`ßgy_rãèù
Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya...,
4.
Berinteraksi Secara Sehat dan Manajemen Gharizah (Naluri)
Allah telah menciptakan
manusia dengan sebaik-baik ciptaan. Dalam diri manusia dihiasi dengan berbagai
karakteristik yang menjadi potensi kehidupannya. Diantara potensi kehidupan
tersebut adalah dihiasinya manusia dengan berbagai kebutuhan dalam rangka
mempertahankan hidup yaitu berupa kebutuhan untuk hidup (hajah al-`udhawiyah).
Karena adanya hajah al-`udhawiyah inilah maka manusia perlu makan,
minum, istirahat, bernafas, buang hajat dan sebagainya. Manusia juga dihiasi
dengan ghara`iz (naluri-naluri) berupa gharizah at-tadayun
(naluri beragama), gharizah al-baqa` (naluri mempertahankan diri), dan gharizah
an-naw (naluri untuk mempertahankan jenis).[21]
Gharizah An-Naw (naluri mempertahankan jenis) diciptakan oleh Allah
dalam diri manusia dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan jenis manusia. Dorongan
dari naluri ini tampak diantaranya dalam rasa sayang kepada keluarga, rasa
sayang kepada sesama, dan yang tampak menonjol adalah adanya ketertarikan
kepada lawan jenis dan adanya dorongan seks. Munculnya dorongan ini membutuhkan
pemenuhan. Hanya saja cara pemenuhannya tidak boleh diserahkan kepada manusia
sesuai dengan keinginan manusia. Karena hal itu akan membawa pada kegoncangan
hidup manusia dan menyimpang dari maksud diciptakannya gharizah an-naw, dalam
diri manusia yaitu untuk mempertahankan jenis manusia.
Allah menciptakan naluri
mempertahankan jenis manusia, bukan tanpa tujuan, sesuai dengan firman-Nya
dalam Al-Hujurat ayat 13:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Interkasi antara laki-laki
dan perempuan merupakan suatu kelaziman. Islam telah memberikan aturan-aturan
yang mengatur interaksi masyarakat khususnya antara laki-laki dan perempuan.
Seperti upaya menjauhkan fakta-fakta indera dan fakta pemikiran yang dapat
membangkitkan birahi dari ruang publik. Islam laki-laki dan perempuan berkhalwat,
melarang bersolek perempuan bersolek dan berhias untuk mempercantik diri untuk
menonjolkan kecantikannya dihadapan laki-laki asing (nonmuhrim), melarang
setiap laki-laki atau perempuan memandang lawan jenisnya dengan pandangan
disertai syahwat, dll.
Adanya larangan peredaran
luas gambar-gambar, poster, buku-buku bacaan porno. Sebab rusaknya akhlak
masyarakat secara syar`i adalah haram. Peredaran gambar-gambar, poster,
buku-buku bacaan porno akan menyebabkan kerusakan akhlak masyarakat. Hubungan
antara laki-laki dan perempuan dalam konteks hubungan seksual hanya boleh dalam
keadaan ikatan pernikahan yang sah.[22]
Untuk memanajemen gharizah maka
laki-laki itu melakukan cara dengan mengkhitbah seorang perempuan. Adapun
cara sehat untuk menjadikan interaksi sekaligus untuk menjaga naluri (gharizah
an-naw) dengan hal-hal:
1)
Tetap berpegang kepada
syari`at
2)
Menggunakan orientasi
(cara pandang) yang benar
3)
Meminimalkan faktor
pendorong munculnya gharizah an-naw
Melakukan interaksi sesuai
yang dikehendaki oleh syari`at, baik dari sisi motivasi, tujuan, orientasi dan
tata cara interaksinya. Misalkan interaski mengenai urusan dakwah, maka
interaksi tersebut dilaksanakan dengan motivasi menjalankan dakwah. Tujuannya
untuk melaksanakan aktivitas dakwah semata karena itu kewajiban dari Allah swt.
Dan tata cara interaksi dilakukan sesuai dengan ketentuan syari`at, tidak berkhalwat,
tidak campur baur (ikhtilath), dsb.
KESIMPULAN
Beragam definisi tentang pacaran, ada yang mendefiniskan sebagai:
Interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim yang didasari rasa
cinta, Suatu proses untuk mengenal pasangan masing-masing, Aktifitas untuk
mengadu kasih dan insan yang berbeda jenis, dan Suatu tahap untuk melangsungkan
perkawinan.
Dampak pacaran yang berlebihan atau kebablasan adalah
terjadinya kehamilan di luar pernikahan, hingga berujung aborsi yang dapat
membahayakan jiwa perempuan yang hamil di luar nikah. Sebab perempuan yang
hamil di luar nikah akan mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat. Sedangkan
ketika janin dibiarkan hidup maka nasab anak yang dilahirkan oleh perempuan
tanpa adanya pernikahan akan diakui sebagai anak ibu, sebab ayah biologis tidak
diakui secara hukum.
Penegakan aturan tentang pengaturan hubungan antara
laki-laki dan perempuan sebelum menikah agar tetap terjaga kehormatan setiap
manusia, kendati secara alamiah manusia mempunyai naluri untuk mempertahankan
jenisnya sebagai manusia (ghazirah an-naw). Hubungan seks yang halal
hanya dengan pernikahan yang sah.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Haryono, Perilaku Pacaran Mahasiswa Fakultas
Syari`ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Tinjauan Maqasid Asy-Syari`ah, Skripsi,
Yogyakarta: Fakultas Syari`ah dan Hukum, 2008.
Elga Sarapung, Masruchah, M.Imam
Aziz, ed., Agama dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1999.
Suhairi Ilyas, Etika Remaja
Islam, Bukittinggi: Yayasan Al-Anshar, 1990. Mohammad Ahmad Sulaiman, Ushul
Al-Thib Al-Syari`iy wa Ilm Al-Sumum, Mesir, Dar Al-Kitab Al-`Araby, 1959
M/1378H.
Taufik Mandailing, Good Married
Raih Asa Gapai Bahagia, Yogyakarta: Idea Press, 2013.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. M.
WJS. Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1985.
Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah : Panduan Islami Dalam
Memilih Pasangan dan Meminang, Bogor: Al-Azhar Press, 2013.
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta:
Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam,
2007.
[1] Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah : Panduan Islami Dalam
Memilih Pasangan dan Meminang, (Bogor: Al-Azhar Press, 2013), hlm. 40.
[2]Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari
bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan
Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur
yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[3] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka
menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama
Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu
dengan nama Allah.
[4] WJS. Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1985). Lihat juga Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), edisi ke-3, hlm.
807. Pacar adalah teman lawan jenis
yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih.
[5] Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Haryono
Mahasiswa Fakultas Syari`ah dan Hukum Jurusan Al-akhwal Asy-Syakhsiyyah dengan
menyebarkan angket pada 03 April-05 Mei tahun 2008, dengan sampel berjumlah 100
orang. Lihat Bambang Haryono, Perilaku Pacaran Mahasiswa Fakultas Syari`ah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta: Tinjauan Maqasid Asy-Syari`ah, Skripsi,
(Yogyakarta: Fakultas Syari`ah dan Hukum, 2008), hlm. 19.
[6] Bambang Haryono, Perilaku Pacaran Mahasiswa Fakultas
Syari`ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Tinjauan Maqasid Asy-Syari`ah, Skripsi,
(Yogyakarta: Fakultas Syari`ah dan Hukum, 2008), hlm. 20.
[7] Ibid, hlm. 21.
[8] Ibid, hlm. 23.
[9] Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Haryono
Mahasiswa Fakultas Syari`ah dan Hukum Jurusan Al-akhwal Asy-Syakhsiyyah dengan
menyebarkan angket pada 03 April-05 Mei tahun 2008, dengan sampel berjumlah 100
orang. Lihat Bambang Haryono, Perilaku Pacaran Mahasiswa Fakultas Syari`ah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta: Tinjauan Maqasid Asy-Syari`ah, Skripsi,
(Yogyakarta: Fakultas Syari`ah dan Hukum, 2008), hlm. 33.
[10] Bambang Haryono, Perilaku
Pacaran Mahasiswa Fakultas Syari`ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Tinjauan
Maqasid Asy-Syari`ah, Skripsi..., hlm. 87.
[11] M. Taufik Mandailing, Good Married Raih Asa Gapai Bahagia, (Yogyakarta:
Idea Press, 2013), Edisi Revisi, hlm.
46.
[12] Elga Sarapung, Masruchah,
M.Imam Aziz, ed., Agama dan Kesehatan Reproduksi, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1999), Cet. 1. hlm. 163.
[13] Ibid.
[14] Mohammad Ahmad Sulaiman, Ushul Al-Thib Al-Syari`iy wa Ilm Al-Sumum, (Mesir,
Dar Al-Kitab Al-`Araby, 1959 M/1378H), hlm. 246 dalam Elga Sarapung, Masruchah,
M.Imam Aziz, ed., Agama dan Kesehatan Reproduksi, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1999), Cet. 1. hlm. 165.
[15] Yunahar Ilyas, Kuliah
Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian
dan Pengamalan Islam, 2007), Cet. IX. hlm. 210.
[16] Ibid, hlm.210-215.
[17] Ibid, hlm. 215-216.
[18] Suhairi Ilyas, Etika
Remaja Islam, (Bukittinggi: Yayasan Al-Anshar, 1990), hlm. 23-26. Dalam Yunahar
Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 2007), Cet. IX. hlm.
216-217.
[19] Yunahar Ilyas, Kuliah
Akhlaq..., hlm. 218.
[20] Ibid, hlm. 219.
[21] Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah..., hlm. 7.
[22] Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah..., hlm. 26-27.
[23] Ibid, hlm. 30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar