Syekh Siti Jenar dikenal dengan ajaran manunggaling
kawula gusti. Menurutnya Tuhan bersemayam dalam dirinya. Kawula dan gusti
telah menyatu maka seseorang tidak perlu lagi melaksanakan salat. Ia tidak mau
melaksanakan salat karena kemauannya sendiri (Muhammad & Rahman, 2001).
Syekh Siti Jenar berpendapat bahwa: a) watu kayu iku
darbe dating Pengeran, b) Manungsa iku kadunungan dating Pengeran, c) Titah
alus lan titah kasat iku kabeh saka Pengeran, d) Samubarang kang katon iki
kalebu titah kang kasat mata, dene liyanae kalebu titah alus. Artinya: Batu
dan kayu itu memiliki zat Tuhan, Manusia itu memiliki zat Tuhan, Baik makhluk
halus maupun makhluk yang tampak semuanya ciptaan Tuhan, Segala yang dapat
dilihat merupakan ciptaan Tuhan yang tampak, sedangkan yang lain merupakan
makhluk halus.
Syekh Siti Jenar mengajarkan tarekat sekitar tahun 1527
Masehi. Tarekat ini mutawatir dari Nabi Muhammad melalui Abu Bakar
Ash-Shidiq. Prinsip yang dituju adalah manunggaling kawula gusti. Derajat
tertinggi itu bisa dicapai ketika manusia sudah benar-benar lepas dari basyar
(tubuh). Tidak ada wirid dengan bilangan-bilangan tertentu, jamaah
diwajibkan senantiasa mengingat Allah dalam situasi apapun sembari melakukan
aktivitas. Tidak ada desah nafas tanpa menyebut Allah. Tata cara yang bebas itu
memang menjadi ciri khas tarekat Syekh Siti Jenar. Prinsip aliran ini ialah
bahwa semua orang bebas bertemu Tuhan. Tidak perlu guru, kyai, atau mursyid,
yang terpenting mengetahui prinsip dan tata caranya. Guru merupakan pembimbing,
bukan penuntun. Semua derajatnya sama, jamaah baru akan dibaiat dan akan diberi
pelajaran mengenai prinsip tarekat (prinsip sangkan, paran, dumadi).
Artinya prinsip tersbut adalah asal-usul, tujuan, dan proses kejadian manusia.
Dalam perjalanan hidupnya Syekh Siti Jenar mendirikan peguron.
Ia mengajarkan pada muridnya (Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir, Kebo
Kenanga, dan Pangeran Panggung) tentang ilmu beraliran wahdatul wujud (kesatuan
wujud), dengan melakukan ittihad (kesatuan mutlak). Simuh (1988),
mengambarkan ajaran ittihad laksana api dengan nyalanya, laut dengan
ombaknya, atau kembang dengan sarinya. Menurutnya, ajaran ini bersumber dari
tasawuf Ibnu Arabi (tahun 1165-1240 Masehi) dan Al-Hallaj (tahun 858-922
Masehi). Karena kontroversial, ajaran Syekh Siti Jenar mendapat reaksi keras
dari para wali. “Ya Ingsung iki Allah, Ingsung iki jatining Pangeran
Mulya,Syekh Lemah Abang iku wajahing Pangeran jati” artinya: Ya aku inilah
Allah, Aku ini hakikat Yang Mahamulia, Syekh Lemah Abang wajah Tuhan Sejati.
Meskipun kontroversi Syekh Siti Jenar, termasuk mendapatkan
tempat di masyarakat yang masih terkekang konsep kasta, ajaran pembebasannya
menarik di kalangan kaum miskin yang baru saja meninggalkan kepercayaan Hindu. Syekh
Siti Jenar mengajarkan bahwa untuk menuju Allah orang tidak perlu membutuhkan
guru dan kyai. Siapapun berhak berhubungan langsung dengan Allah. Konsep
tentang manunggaling kawula gusti, ilmu yang mengarah tentang hakikt,
dinilai wali songo tidak cocok untuk orang awam yang baru mengenal Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar