“Pendidikan Agama Islam Berwawasan Anti
Teroris”
Pendidikan Agama Islam adalah satu mata
pelajaran yang sangat penting bagi peserta didik. Adapun pendidikan Agama Islam
dapat didefinisikan dengan suatu usaha yang terencana, disengaja, untuk
menanamkan nilai-nilai ajaran agama Islam kepada peserta didik, dengan
memperhatikan aspek secara kognitif, psikomotorik dan afektif, melalui media
pembelajaran, yang menggunakan strategi dan metode sesuai dengan karakteristik
materi pembelajaran PAI, agar siswa dapat memahami, melaksanakan nilai-nilai
yang disampaikan guru saat pembelajaran, serta diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari dalam keluarga, masyarakat dan negara agar sejalan sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional NKRI yang telah dirumuskan oleh negara.
Tujuan pendidikan nasional NKRI sudah diatur
dalam undang-undang dasar 1945 dengan berdasar Pancasila sebagai ideologi
negara. Dalam undang-undang nomor 20
tahun 2003 pada Bab II pasal 2 dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal
3 yang berbunyi “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
Dewasa ini bangsa Indonesia tengah menghadapi
problem serius diantaranya adanya fenomena korupsi, teorisme dan berjamurnya
gerakan-gerakan radikal yang dapat menghancurkan persatuan bangsa. Untuk
menghadapi tantangan zaman dan kenyataan yang terjadi di masyarakat (NKRI)
dibutuhkan formulasi baru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses
pendidikan agama Islam atau pendidikan Islam.
Untuk menjawab tantangan dan kebutuhan zaman pendidikan
agama Islam perlu merancang konsep pendidikan yang dapat mengakomodir kebutuhan
masyarakat. Pendidikan agama Islam seharusnya tidak hanya terfokus pada
materi-materi yang bersifat kognitif saja, akan tetapi harus memiliki perhatian
terhadap aspek yang lain yaitu psikomotorik dan afektif. Selama ini pendidikan
agama Islam yang telah dilaksanakan di jenjang pendidikan formal khususnya
sekolah umum dirasa kurang memadai, dan kurang menjawab kebutuhan zaman. Materi
yang disampaikan hanya secara umum tentang ajaran agama Islam itu sendiri dan
alokasi waktu setiap pertemuan di kelas hanya jam berkisar 2-4 jam pelajaran di
setiap minggu. Melihat kenyataan tersebut lantas bagaimana nilai-nilai agama
dapat tersampaikan secara baik pada peserta didik.
Dampak dari penyampaian materi agama yang
disampaikan secara global pada peserta didik, akan memberikan pengaruh terhadap
pemahaman ajaran agama itu sendiri. Tidak sedikit dari para siswa yang menganut
agama Islam yang kurang memahami ajaran agamanya. Miris ketika peserta didik
hanya memahami Islam hanya sebatas pada syahadat, sholat, zakat, puasa, haji.
Sesungguhnya ajaran Islam tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Ajaran Islam
sangat luas atau universal, Islam juga mengatur tentang kehidupan bermasyarakat
dan pemerintahan, jual-beli, jihad, pernikahan, menuntu ilmu, berbakti pada
orang tua, cinta tanah air, jihad dan lain sebagainya. Seperti yang telah
dicontohkan Nabi Muhammad saw, sebagai pembawa
risalah bagi umat manusia agar hidup yang dijalani berlandaskan syariat
Islam yang diridhoi Allah swt.
Fenomena terorisme di Indonesia dan dunia
mengusik kedamaian umat manusia tidak terbatas pada agama Islam sendiri. Sering
kali orang ketika mendengar kata “terorisme” lantas mengasumsikan bahwa
terorisme itu cenderung pada agama tertentu (dalam hal ini agama Islam). Hal
tersebut bertolak belakang dengan konsep agama Islam sebagai “rahmatalil`alamin”
agama yang memberikan rahmat kepada seluruh jagad raya. Telah banyak teroris
yang ditangkap oleh densus 88, namun hal tersebut tidak lantas membuat para
teroris menjadi jera. Jaringan yang di luar sel penjara tetap melakukan
kaderisasi untuk “berjihad” melakukan bom bunuh diri sebagai bentuk protes
ketidakpuasan atas pemerintahan yang berjalan.
Dalam seminar nasional deradikalisasi di
Indonesia masalah dan kebijakan pemerintah yang diselenggarakan program
pascasarjana UIN Sunan Kalijaga pada 09 Desember 2014 lalu yang menghadirkan ketua
BNPT RI (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) Jendral Drs. Saud Usman
Nasution, SH., MM., juga salah satu mantan teroris Abd. Rahman Ayyub, membahas
tentang fenomena terorisme bisa terjadi dan hal-hal yang perlu dilakukan agar
kasus terorisme dapat dihentikan secara perlahan-lahan. Menurut Jendral Saud
Usman Nasution, kegiatan penganggulangan terorisme harus dilakukan olah seluruh
elemen masyarakat yang bekerja sama dengan pemerintah dengan memberikan
pembinaan pada tersangka teroris dan memberikan pendampingan bagi para keluarga
yang salah satu anggotanya terjerat kasus teorisme. Adapun pengakuan dari
mantan teroris ustadz Abd. Rahman Ayyub, mengapa beliau samapi tergabung dalam
kelompok teroris pada waktu itu. Salah satu pernyataannya adalah bahwa “ajaran
agama Islam yang diterimanya di sekolah sejak SD sampai jenjang SMA (beliau
kebetulan sekolah di STM yang sekarang dikenal dengan SMK) dirasa kurang
memadai dan memberikan pengetahuan yang menyeleluruh tentang agamanya sendiri”.
Ketika beliau menerima pengetahuan baru tentang agama Islam yang berbeda dari
luar sekolah/lembaga pendidikan yang diyakini olehnya benar, ternyata terdapat
penyimpangan khususnya dalam konsep jihad dan konsep bernegara. Jihad dipahami
sebagai perjuangan dengan perang mengangkat senjata. Tentu hal tersebut kurang
relevan dengan kondisi di negara Indonesia yang sudah merdeka. Semestinya
konsep jihad dimaknai dengan perjuangan
dengan memerangi kebodohan, mengingat kondisi di Indonesia yang sudah merdeka.
Doktrin dari kelompok teroris sangatlah kuat,
dan mengakar pada orang-orang yang mengikutinya. Mereka menggunakan ayat-ayat
Al-quran sebagai senjata dalam perekrutan anggota baru yang kebanyakan dari
mereka kurang memahami tentang Islam. Hal tersebut menjadi berbahaya ketika
para teroris melakukan tindakan terorisme dengan bom bunuh diri.
Melihat kenyataan yang terjadi dalam kehidupan
negara kita tentang ancaman bahaya terorisme maka perlu adanya kurikulum dalam pendidikan
nasional tentang wawasan anti terorisme. Dalam hal ini PAI memiliki kesempatan
untuk memberikan pengetahuan tentang wawasan bahwa pendidikan agama Islam anti
terorisme. Guru PAI memiliki tugas memberikan pengetahuan serta pemahaman
tentang konsep jihad secara benar dan tepat. Bahwa ketika negara sudah merdeka
maka hal yang perlu dilakukan adalah mengisi kemerdekaan dengan pendidikan yang
berkualitas sehingga kualitas sumber daya masyarakat dapat bersaing dengan
negara lain yang sudah lebih maju peradabannya. Selain itu negara sudah
memiliki abdi negara yang bertugas sebagai penjaga keamanan dan stabilitas
negara maka tidaklah perlu membuat penjaga tandingan atau membentuk negara
tandingan sebagai eksistensi suatu kelompok radikal, yang malah menjadikan
ketidakstabilan stabilitas nasional dan dunia.
Perlu kerja sama antara pemerintah, masyarakat
dan tokoh agama untuk menciptakan iklim beragama Islam secara kaffah. Untuk
mencapai hal itu dapat dilakukan dengan pendidikan agama dalam keluarga,
masyarakat, dan melalui pendidikan oleh lembaga pendidikan baik secara formal,
non formal dan informal sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang nomer
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dengan demikian maka kasus
terorisme dapat diminimalisir serta tidak merugikan orang lain.
Can Titanium Rings be resized? - TITanium Art Studio
BalasHapusTitanium remmington titanium rings are made of titanium alloy nier replicant titanium resin, making it suitable for the harbor freight titanium welder entire design ford edge titanium of the rings, making it suitable for burnt titanium both the