Minggu, 29 Maret 2015

Pendidikan Agama Islam Di Masa Depan

“Pendidikan Agama Islam Berwawasan Anti Teroris”
Pendidikan Agama Islam adalah satu mata pelajaran yang sangat penting bagi peserta didik. Adapun pendidikan Agama Islam dapat didefinisikan dengan suatu usaha yang terencana, disengaja, untuk menanamkan nilai-nilai ajaran agama Islam kepada peserta didik, dengan memperhatikan aspek secara kognitif, psikomotorik dan afektif, melalui media pembelajaran, yang menggunakan strategi dan metode sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran PAI, agar siswa dapat memahami, melaksanakan nilai-nilai yang disampaikan guru saat pembelajaran, serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, masyarakat dan negara agar sejalan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional NKRI yang telah dirumuskan oleh negara.
Tujuan pendidikan nasional NKRI sudah diatur dalam undang-undang dasar 1945 dengan berdasar Pancasila sebagai ideologi negara.  Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada Bab II pasal 2 dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasa Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal 3 yang berbunyi “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dewasa ini bangsa Indonesia tengah menghadapi problem serius diantaranya adanya fenomena korupsi, teorisme dan berjamurnya gerakan-gerakan radikal yang dapat menghancurkan persatuan bangsa. Untuk menghadapi tantangan zaman dan kenyataan yang terjadi di masyarakat (NKRI) dibutuhkan formulasi baru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses pendidikan agama Islam atau pendidikan Islam.
Untuk menjawab tantangan dan kebutuhan zaman pendidikan agama Islam perlu merancang konsep pendidikan yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat. Pendidikan agama Islam seharusnya tidak hanya terfokus pada materi-materi yang bersifat kognitif saja, akan tetapi harus memiliki perhatian terhadap aspek yang lain yaitu psikomotorik dan afektif. Selama ini pendidikan agama Islam yang telah dilaksanakan di jenjang pendidikan formal khususnya sekolah umum dirasa kurang memadai, dan kurang menjawab kebutuhan zaman. Materi yang disampaikan hanya secara umum tentang ajaran agama Islam itu sendiri dan alokasi waktu setiap pertemuan di kelas hanya jam berkisar 2-4 jam pelajaran di setiap minggu. Melihat kenyataan tersebut lantas bagaimana nilai-nilai agama dapat tersampaikan secara baik pada peserta didik.
Dampak dari penyampaian materi agama yang disampaikan secara global pada peserta didik, akan memberikan pengaruh terhadap pemahaman ajaran agama itu sendiri. Tidak sedikit dari para siswa yang menganut agama Islam yang kurang memahami ajaran agamanya. Miris ketika peserta didik hanya memahami Islam hanya sebatas pada syahadat, sholat, zakat, puasa, haji. Sesungguhnya ajaran Islam tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Ajaran Islam sangat luas atau universal, Islam juga mengatur tentang kehidupan bermasyarakat dan pemerintahan, jual-beli, jihad, pernikahan, menuntu ilmu, berbakti pada orang tua, cinta tanah air, jihad dan lain sebagainya. Seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad saw, sebagai pembawa  risalah bagi umat manusia agar hidup yang dijalani berlandaskan syariat Islam yang diridhoi Allah swt.
Fenomena terorisme di Indonesia dan dunia mengusik kedamaian umat manusia tidak terbatas pada agama Islam sendiri. Sering kali orang ketika mendengar kata “terorisme” lantas mengasumsikan bahwa terorisme itu cenderung pada agama tertentu (dalam hal ini agama Islam). Hal tersebut bertolak belakang dengan konsep agama Islam sebagai “rahmatalil`alamin” agama yang memberikan rahmat kepada seluruh jagad raya. Telah banyak teroris yang ditangkap oleh densus 88, namun hal tersebut tidak lantas membuat para teroris menjadi jera. Jaringan yang di luar sel penjara tetap melakukan kaderisasi untuk “berjihad” melakukan bom bunuh diri sebagai bentuk protes ketidakpuasan atas pemerintahan yang berjalan.
Dalam seminar nasional deradikalisasi di Indonesia masalah dan kebijakan pemerintah yang diselenggarakan program pascasarjana UIN Sunan Kalijaga pada 09 Desember 2014 lalu yang menghadirkan ketua BNPT RI (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) Jendral Drs. Saud Usman Nasution, SH., MM., juga salah satu mantan teroris Abd. Rahman Ayyub, membahas tentang fenomena terorisme bisa terjadi dan hal-hal yang perlu dilakukan agar kasus terorisme dapat dihentikan secara perlahan-lahan. Menurut Jendral Saud Usman Nasution, kegiatan penganggulangan terorisme harus dilakukan olah seluruh elemen masyarakat yang bekerja sama dengan pemerintah dengan memberikan pembinaan pada tersangka teroris dan memberikan pendampingan bagi para keluarga yang salah satu anggotanya terjerat kasus teorisme. Adapun pengakuan dari mantan teroris ustadz Abd. Rahman Ayyub, mengapa beliau samapi tergabung dalam kelompok teroris pada waktu itu. Salah satu pernyataannya adalah bahwa “ajaran agama Islam yang diterimanya di sekolah sejak SD sampai jenjang SMA (beliau kebetulan sekolah di STM yang sekarang dikenal dengan SMK) dirasa kurang memadai dan memberikan pengetahuan yang menyeleluruh tentang agamanya sendiri”. Ketika beliau menerima pengetahuan baru tentang agama Islam yang berbeda dari luar sekolah/lembaga pendidikan yang diyakini olehnya benar, ternyata terdapat penyimpangan khususnya dalam konsep jihad dan konsep bernegara. Jihad dipahami sebagai perjuangan dengan perang mengangkat senjata. Tentu hal tersebut kurang relevan dengan kondisi di negara Indonesia yang sudah merdeka. Semestinya konsep jihad dimaknai dengan  perjuangan dengan memerangi kebodohan, mengingat kondisi di Indonesia yang sudah merdeka.
Doktrin dari kelompok teroris sangatlah kuat, dan mengakar pada orang-orang yang mengikutinya. Mereka menggunakan ayat-ayat Al-quran sebagai senjata dalam perekrutan anggota baru yang kebanyakan dari mereka kurang memahami tentang Islam. Hal tersebut menjadi berbahaya ketika para teroris melakukan tindakan terorisme dengan bom bunuh diri.
Melihat kenyataan yang terjadi dalam kehidupan negara kita tentang ancaman bahaya terorisme maka perlu adanya kurikulum dalam pendidikan nasional tentang wawasan anti terorisme. Dalam hal ini PAI memiliki kesempatan untuk memberikan pengetahuan tentang wawasan bahwa pendidikan agama Islam anti terorisme. Guru PAI memiliki tugas memberikan pengetahuan serta pemahaman tentang konsep jihad secara benar dan tepat. Bahwa ketika negara sudah merdeka maka hal yang perlu dilakukan adalah mengisi kemerdekaan dengan pendidikan yang berkualitas sehingga kualitas sumber daya masyarakat dapat bersaing dengan negara lain yang sudah lebih maju peradabannya. Selain itu negara sudah memiliki abdi negara yang bertugas sebagai penjaga keamanan dan stabilitas negara maka tidaklah perlu membuat penjaga tandingan atau membentuk negara tandingan sebagai eksistensi suatu kelompok radikal, yang malah menjadikan ketidakstabilan stabilitas nasional dan dunia.

Perlu kerja sama antara pemerintah, masyarakat dan tokoh agama untuk menciptakan iklim beragama Islam secara kaffah. Untuk mencapai hal itu dapat dilakukan dengan pendidikan agama dalam keluarga, masyarakat, dan melalui pendidikan oleh lembaga pendidikan baik secara formal, non formal dan informal sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang nomer 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dengan demikian maka kasus terorisme dapat diminimalisir serta tidak merugikan orang lain.

1 komentar:

  1. Can Titanium Rings be resized? - TITanium Art Studio
    Titanium remmington titanium rings are made of titanium alloy nier replicant titanium resin, making it suitable for the harbor freight titanium welder entire design ford edge titanium of the rings, making it suitable for burnt titanium both the

    BalasHapus